cerita serius dengan maha..
Minggu lalu sepulang
sekolah, maha bercerita
“bu, temanku Si Andi ternyata tau juga lagu ini.....Andaiku malaikat kupotong sayapmu dan rasakan perih di dunia
bersamamu“ maha langsung mendendangkan nomor milik SID _Sunset di tanah
Anarki_ dari belakangku di atas motor
yang melaju menantang matahari yang terik siang
itu. Seingatku maha sudah tahu atau mungkin hapal lagu itu, sejak dia
berumur empat atau lima tahun. Pokoknya lagu itu sering di putar bapaknya dari
laptop dan maha sengaja atau tidak sengaja mulai suka dan sering menyuruh bapak
komrad memutarnya. Apalagi video klipnya.
“deh..kagetku..” katanya bersemangat
Mendengar maha, saya tersenyum. Dan melanjutkan sesi cerita
yang biasanya akan panjang
“ kenapa maha kaget? ” tanyaku
“ karena dia anak Kampung Parang “ katanya pasti. Kampung
Parang adalah sebuah permukiman warga yang kebanyakan keturunan asli Makassar di
bagian belakang Perumahan Dosen Unhas di daerah Tamalanrea. Kampung Parang selalu diasumsikan sebagai
salah satu kawasan yang identik dengan “tidak maju”
dari sudut pandang ekonomi dan sosial, jika indikatornya diambil dari text book yang sayangnya diamini kebanyakan orang. Maha punya banyak sekali teman kelas dari
sana, beberapa sangat pintar dan beberapa
dijudge nakal. Tapi mereka hanya anak-anak, segala judge negatif akan mereka adalah refleksi dari ketidakmampuan orang dewasa menghandle anak-anak itu.
“Terus, kenapa kalau dia dari Kampung Parang? Tanyaku lagi.
“ Karena biasanya mereka tidak menyanyi lagu begitu “.
Jawabnya mulai hati-hati. Saat begitu,
ia tahu betul bahwa saya akan terus menyerangnya dengan pertanyaan. Saat begitu
juga, dia akan menggeleng-geleng menyesal karena telah memulai cerita yang akan
berkisah panjang.
“ Lagu begitu, lagu apakah itu?” tanyaku lagi. Ia mulai
kelimpungan dan menggerutu.
“ Lagu yang tidak ada di televise.” Katanya ragu
“ Jadi, maha pikir dia tidak tau lagu itu karena dia dari
Kampung Parang? Atau karena lagu itu jarang di televisi? “ saya mulai
menyerang. Dia berpikir keras di belakang. Jawabannya lama. Dan saya lupa apa.
Saya katakan padanya, kalau dia melakukan kesalahan.
“ maha salah kalau berpikir anak Kampung Parang tidak akan tau
lagu itu. Sekarang, pengetahuan, informasi, hiburan, gampang di dapatkan semua
orang, bukan hanya dari televisi. Dari you tube, google, seperti yang sering
maha lakukan. “ Kataku gamblang
" biasanya dia nyanyi lagu-lagu yang sering ada di televisi, tapi itu kan lagu jarang, makanya saya kaget, Bu." katanya menegaskan
"iya..tapi pernyataan maha yang mengaitkan pengetahuannya dengan dimana ia berasal, itu adalah cara berpikir yang tidak benar. "kataku tidak kalah tegas.
"iya..iya Bu.." katanya seolah pasrah. Saya masih menunggu pembenarannya. biasanya dia tidak akan menyerah secepat itu. Tapi, dia diam. setelah sampai di rumah, ia membuka pagar dan tetiba berkata
“ Bu, saya tidak bilang kalau anak Kampung Parang tidak akan
tau lagu itu, saya bilang saya kaget, kenapa anak Kampung Parang tau lagu itu.”
Katanya mencoba membela diri dengan penekanan yang cukup jelas. bahkan suaranya agak ngegas. Saya tertawa. Jangan heran, sejak kecil setiap kali berdebat, kami bapak-ibu-maha-dan mungkin suar, akan saling menyerang dengan suara yang tinggi. Kami mengajak mereka bicara layaknya orang dewasa. Dalam banyak kasus, itu berhasil. Berhasil menekankan kepada mereka tentang hal-hal yang kami percayai dalam hidup.
***
Sore kemarin, cerita ini baru sempat saya beritahu pada
bapak komrad. Dia bertanya ulang pada maha
“ temannya maha tau lagu SID?” telisik bapak komrad
“ SID? Yang mana?” bapak bebi mulai menyanyikan lagu itu
dengan percaya diri. Maha mengangguk, tersenyum mengiyakan.
“ berarti temannya maha anak punk?” tanya bapak serius
“ bukan, dia anak Kampung Parang.” Jawab maha lebih serius.
Saya dan bapaknya tidak berhenti tertawa mendengar jawaban maha. Maka, jadilah malam
kemarin, adalah malam yang serius,-lagi. Perbincangan maha dan bapak dimulai tentang
genre music. Rock, punk, folk, pop. Bapak komrad mencoba memberi tahunya dengan
menyebut beberapa nama band yang cukup sering maha dengar. Mereka saling berbincang sambil menonton
video SID _Sunset di Tanah Anarki berulang-ulang sampai Suar juga mulai
mengulang-ulang lagunya.
“ Bapak di mana itu tanah Anarki? “ tiba-tiba maha bertanya.
Saya yang sedang serius mengerjakan bucket bunga berhenti demi mendengar
jawaban bapak komrad. Maha mungkin merasa, Anarki tidak pernah ada diantara
nama-nama negara dan kota yang selama ini ia tekuni lewat atlasnya yang mulai
butut. Saya hanya sempat mendengar bapak komrad mengatakan tanah anarki itu
tanah tanpa aturan. Saya tidak mendengar maha menimpali apa. Dia mungkin akan
mencari tahu jawabannya sendiri, atau menyimpan pertanyaannya di lain waktu.
Saya menyadari satu hal yang mungkin tidak disadari maha hari ini. Saya
yakin keterkejutan maha sama sekali tidak dimaksudkan untuk merendahkan
temannya. Saya yakin betul itu. di lain sisi, dan ini yang penting bahwa maha hanya telah tahu bahwa kami _bapakibunya_,
menyuguhkan banyak hal berbeda dalam
hidupnya sejak kecil. Dan maha membanggai hal itu.
Sebagai orang tua, sejak awal secara sengaja ataupun tidak,
kami “mendesain” pilihan-pilihan maha
suar. Kecendrungan akan selera yang berbeda, sudut pandang yang tidak biasa,
kami harap tidak menjadikan mereka risih akan hidupnya. Menjadi berbeda
bukanlah hal menakutkan. Jalan sunyi tanpa ambisi tabrak menabrak, dengan lebih
banyak ruang lapang dan hati yang bahagia adalah jalan yang kami perlihatkan
pada mereka. Mungkin terlihat sunyi,
tapi limpahan energi baik, berasal dari sana.
Dan mungkin juga berasal dari tanah yang anarki….
September 29th 2016
Ibumahasuar
Komentar
Posting Komentar