Benar-Benar Bervakansi bersama FSTVLST
Kelas Metodologi, FOH dan Ingatan-Ingatan Masa Lalu
Sejak berada di Jogja, saya kembali memasang “antena” kewaspadaan agar tidak terlewat agenda kebudayaan dan seni yang berseliweran khususnya di akhir minggu yang membuat kita harus memilih mana yang mau dihadiri. Seperti Sabtu kemarin, sejak pagi saya sudah mengatur agenda, jam satu siang rencananya saya akan menuju Plataran Djoko Pekik yang berada di Bantul. Sesuai yang tertera di akun IG Biennale Jogja, pada pukul 2 siang hingga jam 5 akan ada art performance dan diskusi yang menghadirkan Mahfud Ikhwan sebagai salah satu narasumber. Meski akan dipandu melalui suara oleh Google map yang saya dengarkan menggunakan earphone, tapi saya sudah tetap memastikan jalur mana yang akan dilewati minimal setelah melalui ring road Kaliurang, saya tau harus ke arah mana.
Tapi saya agak ragu soal agenda ini karena di jam 3 sore, ada sesi tambahan Kelas Metodologi yang diadakan di Kantor Mas Sobi di Pakem, Kaliurang. Mas Sobi adalah satu-satunya profesional yang bukan dosen dari sepuluh mahasiswa S3 Ilmu Politik UGM 2025. Awalnya, saya mengira ini sesi tambahan saja dan lebih informal. Dan sempat kepikiran untuk tidak hadir. Tapi ternyata dia bagian dari pertemuan. Akhirnya, saya membatalkan agenda di Bantul dan berangkat menuju Pakem yang dapat ditempuh kurang lebih 15 menit dari Gang Pancawala, Klidon.
Sesi kuliah berlangsung hingga menjelang Magrib. Setelah shalat Magrib dan makan malam bersama yang disediakan oleh Mas Sobi, sesi informal bersama Pak Pur kembali dimulai. Menjelang Pukul 8 malam, saya mulai gelisah dan memikirkan cara untuk pamit karena saya sudah mengagendakan untuk menonton panggung FSTVLST di GOR UNY yang berjarak lumayan jauh dari Pakem. Setelah mengumpulkan keberanian, akhirnya saya pamit dan langsung menuju venue. Menuju setengah 9 malam, saya sudah tiba di sebuah restoran yang berada di seberang GOR UNY dan memarkir motor di sana lalu masuk ke area GOR yang sudah mulai ramai. Dari dalam saya mendengar MC menyampaikan kalau sebentar lagi FSTVLST yang menjadi headliner di acara brand motor itu akan segera memulai pertunjukannya. Saya bergegas mencari gate menuju area indoor. Sampai di sana saya lalu menunjukkan bukti registrasi untuk acara yang tak berbayar ini. Setelah itu security memeriksa isi kantong saya yang hanya berisi earphone dan jimat bernama Plosa yang selalu dibawa orang yang berusia seperti saya. Hahaha. Saya selalu tersenyum dengan adegan pemeriksaan ini, dan tak sabar digeledah dan dia menemui jimat itu. Lucu aja sih, di acara anak muda dan bertemu penonton yang sudah menyiapkan segala sesuatunya kalau sampai masuk angin atau pusing-pusing. meski sekarang banyak juga sih anak muda yang membawa jimat serupa karena masalah yang lebih besar yang selalu datang tanpa permisi.
Saat sudah berada di area pertunjukan, para penonton FSTVLST lebih banyak masih duduk sambil menunggu pertunjukan dimulai. Setelah mengedarkan pandangan, saya lalu berjalan menuju area samping FOH yang berada di sisi paling belakang arena pertunjukan. Sepanjang pertunjukan saya berdiri di tempat itu menikmati lagu-lagu FSTVLST sambil mengingat-ingat memori belasan tahun lalu di tempat yang sama. Di tempat ini, lagu Tanah Indah yang selalu menjadi lagu penutup panggung FSTVLST khususnya di era album Hits Kitsch pertama kali dibawakan dengan aransemen yang belum utuh. Dan yang paling penting, menjelang akhir 2011 kalau tak salah ingat, di tempat ini, Farid Stevy mengumumkan kabar tiba-tiba bahwa Jenny akan diistirahatkan. Sungguh mengejutkan banyak orang. Apalagi saat itu bisa dikatakan Jenny sedang cukup berkibar di skena lokal Jogja. Dan yang tak mungkin saya lupa, sesaat setelah adegan pengumuman itu, saya ke backstage dan menjumpai wajah-wajah sendu dan mengabarkan jika Jenny kami sepakati jadi inisial untuk inisiatif perpustakaan komunitas yang telah kami mulai di Makassar.
Sebelum pertunjukan dimulai, Farid Stevy sempat membalas pesan melalui WA yang saya kirim sejak siang menanyakan jam berapa FSTVLST akan tampil. Ia mengabarkan kalau setengah jam lagi, FSTVLST akan naik panggung. Sekaligus meminta saya menghubungi mas Amad asistennya jika saya mau mengakses backstage setelah pertunjukan. Pesan itu saya terima ketika saya sudah berada di samping FOH dan bersiap menikmati semua tontonan baik dari panggung maupun dari crowd yang berisi anak muda yang hampir seusia dengan maha atau lebih berumur sedikit. Di awal pertunjukan, saya sempat mengirim pesan ke Sawing mengabarkan kalau saya sedang menonton FSTVLST dan agak aneh karena sekarang saya nonton sendiri. Zaman kuliah S2, Sawing selalu jadi partner saya nonton. Masuk dan terlibat ke dalam lingkaran moshpit dan tak sungkan berdiri di depan barikade panggung. Kini semakin banyak pertimbangan dan lebih memilih menjauh agar bisa lebih khusyuk menikmati. Dengan pertimbangan khas orang tua itu pula, saya tentu tak bisa lagi bertarung memperebutkan setlist seperti zaman dulu. Saya lebih memilih menggunakan jalur ordal a.k.a orang dalam. Sesaat sebelum pertunjukan berakhir dan menuju backstage, saya minta tolong ke mas Amad untuk mengamankan satu setlist.Setelah bercengkrama, ngobrol dan tentu menikmati hidangan melimpah di backstage, saya pamit pulang. Sebelum itu, mas Farid sambil seperti berkelakar mengabarkan personil dan kru FSTVLST kalau kemungkinan besok FSTVLST akan kembali manggung di Monumen Jogja Kembali. Disana ada pameran instalasi, termasuk karya Mas Robby gitaris FSTVLST. Saya lalu keluar dari backstage dan menuju tempat saya memarkir motor lalu beranjak menyusuri Kaliurang yang dingin dengan senyum setelah berkunjung ke ingatan-ingatan masa lalu yang membahagiakan.
Monjali dan Sore Redup yang Kau Nikmati
Kabar dari Farid Stevy di backstage semalam soal rencana FSTVLST akan kembali manggung di Monjali akhirnya kejadian. Menjelang sore, melalui akun IG nya, FSTVLST mengumumkan secara resmi berita pementasan di Monjali yang akan diadakan setelah Magrib hingga sekitar pukul 8 malam. Cukup singkat memang karena hanya FSTVLST yang akan manggung. Panggung ini diadakan bersamaan dengan pertunjukan light mapping di bangunan utama monumen yang menjadi latar pertunjukan.Saat berita itu diumumkan, Jogja sedang diguyur hujan yang membuat saya berpikir kembali soal rencana menonton FSTVLST dan menikmati suguhan pameran di Monjali. Tapi tak lama, hujan agak reda. Saya kembali bertanya soal jam pementasan ke Mas Ale, tim dokumentasi FSTVLST soal waktu pementasan dan ia segera merespon dan mengajak saya untuk datang. Pesan itu segera saya balas dan segera meluncur menuju Monjali sekitar jam 5 sore.
Menjelang setengah enam, saya sudah berada di pintu masuk Monjali. Antrian motor penonton FSTVLST yang saya kenali dari merch yang mereka gunakan mulai terlihat. Selain diberi karcis parkir, penonton mesti memindai barcode registrasi yang disediakan oleh panitia. Setelah parkir, saya berkeliling dan menemui instalasi karya Mas Robby yang terbuat dari bambu yang berdiri seperti membentuk menari dan di bagian dalam ada lampu yang berkedap kedip. Dari atribusi karya dijelaskan kalau instalasi yang berjudul Wrapped Fractures ini menggambarkan bagaimana kita hidup dalam paradoks keamanan. Selalu saja ada potensi gangguan keamanan bahkan di ruang yang sangat privat sekali pun. Setelah itu saya menuju area dalam monumen untuk shalat magrib. Sambil menunggu pertunjukan dimulai, saya mengitari area dalam monumen yang berisi dokumentasi perjuangan masa lalu.
Menjelang isya, dari luar monumen terdengar musik yang biasanya jadi penanda pertunjukan FSTVLST akan segera dimulai. para penonton termasuk saya mulai merapat ke depan panggung. Saya sekali lagi memilih berdiri agak belakang. Di panggung, para personil FSTVLST kecuali Farid Stevy yang berdiri di tengah, dilindungi oleh tenda yang kapan saja bisa diangkat untuk melindungi mereka dari hujan gerimis saat pertunjukan. Tak lama FSTVLST memulai lagu pertamanya yang disambut langsung dengan koor massal plus crowd surfing. Pertunjukan ini jadi istimewa karena latar panggung adalah bangunan monumen mirip Piramida Mesir yang dihiasi cahaya lampu dengan berbagai ornamen.
Setlist yang dibawakan FSTVLST hampir sama dengan setlist di GOR UNY. Saya sempat meminta kembali ke mas Amad untuk mengamankan satu setlist. Tapi sayangnya semua setlist yang sudah disiapkan basah semua.
Di sepanjang pertunjukan, seperti biasanya saya berusaha tidak hanya memperhatikan suguhan dari atas panggung. Tapi juga detail-detail kecil yang disuguhkan penonton. Dulu, biasanya kronik kecil seperti itu jadi inspirasi buat tulisan. Malam itu, ada beberapa pasangan usia muda yang menikmati panggung sambil menunjukkan kemesraan ala anak muda, ada bapak yang usianya pasti di bawah saya yang menikmati panggung sambil menggendong anaknya, ada yang menggunakan sarung sambil nonton seperti baru balik dari pengajian dan tentu bermacam-macam merch band mulai dari FSTVLST tentunya, Jenny, Efek Rumah Kaca, The Jeblog dan banyak yang lain. Setelah pertunjukan usai, saya menunggu kerumunan mulai tak begitu padat kemudian menuju parkiran lalu balik menuju rumah dan bersiap menyambut kepusingan-kepusingan berikutnya.
Masih tak rela si despotik itu dirayakan sebagai pahlawan
Bapakmahasuarrekah
Klidon, 11 Nov 2025


.jpeg)


Komentar
Posting Komentar