Album FSTVLST II dan Kekhawatiran yang Tak Beralasan
https://rb.gy/67nfzj |
Setelah bertanya kabar, seperti yang lain saya juga diminta memberi komentar tentang lagu-lagu yang sudah diunggah FSTVLST untuk album berikutnya. Tentu saya tak bisa memberi banyak impresi selain untuk lagu Gas karena materi yang lain sama sekali belum pernah saya dengarkan. Tapi yang paling teringat, saya memberi komentar atau tepatnya menyampaikan kembali apa yang sebelumnya saya dengar tentang bagaimana proses pengerjaan album kedua FSTVLST ini.
Jadi dua tahun atau mungkin setahun
sebelum malam itu, saya pernah menyambangi maspak Farid Stevy di Jogja dan
kebetulan hari itu adalah hari Kamis yang biasanya merupakan jadwal latihan
FSTVLST untuk persiapan rekaman album baru. Saya lalu diajak ke sebuah studio
musik dan ikut serta melihat sesi latihan materi album baru. Kalau tak salah
selama kurang lebih dua jam, mereka mengulang-ulangi lagu Rupa.
Di perjalanan pulang dari studio, dengan suara agak dikeraskan karena harus beradu dengan desir angin diatas motor, Farid bercerita soal proses pengerjaan album khususnya di dapertemen penulisan lirik yang selama ini ia bidani. Kira-kira ia menyampaikan kesulitan sekaligus keresahan tentang lirik-lirik yang akan ia tuliskan untuk album baru. Keresahan dan kemarahan yang biasanya jadi amunisi utama penulisan lirik, relatif lebih sedikit dihadapinya. Khususnya setelah berkeluarga dan hari-hari dipenuhi kegembiraan khas keluarga. Saya tak ingat persisnya, tapi dari perbincangan diatas motor itu, ada ungkapan bisa jadi materi album ini tak “kiri” lagi. Dan kekahwatiran itu yang kembali saya ungkapkan saat ditanya oleh Farid soal impresi terkait materi-materi album kedua.
Berangkat dari pemahaman bahwa kiri tidak hanya tentang spektrum ideologi tertentu, namun lebih jauh bisa jadi tentang keberpihakan terhadap ke”kita”an, saya mengakui jika kekhawatiran itu tidak beralasan. Di 2020, album FSTVLST II akhirnya dirilis ditengah histeria akibat pandemi yang memungkinkan saya lebih leluasa menyelami album berisi delapan lagu ini.
Separuh lagu di album ini berisi
ekspresi tak percaya, amarah, kemuakan khas FSTVLST. Tentang kita yang rela
mengubah rupa demi citra dan kepentingan sesaat dalam Rupa. Palsukan rupa dan cerita// Untuk perang demi
menang// Bersilat kata dan citra// Untuk menang demi kenyang. Lagu Telan
menyorot kerusakan semesta yang semakin banal. Semua ruang telah berubah
menjadi panggung pengahancuran yang nyata. Sumpal
sungainya// Pangkas gunung-gunungnya// Bedil satwanya// Beton sawah-sawahnya// Keruk
tanahnya// Babat pohon-pohonnya// Sampahi langitnya// Asapi udaranya. Dalam
Hayat, FSTVLST kembali menyorot mereka yang doyan jualan agama dan merasa
menjadi pemilik sah kebenaran demi legitimasi duniawi. HTM ke surga banderol pre-salenya berapa?// Konon kabarnya sudah ada
banyak calonya// Bahkan katanya sudah rilis bintang tamunya// Kami sepertinya
nunggu jebolannya.
Dan karena itu, Vegas tegas menyatakan delegitimasi untuk setiap retorika dan wacana yang dijual murah bahkan dengan legitimasi moral dan agama untuk memuluskan kepentingan sekelompok. Kami tak percaya sampai kapan juga// Kami takkan pernah membelinya// Saat kau menyala-nyala, kupilih tetap gelap saja// Saat kau nyaring berbunyi, kupilih remang sunyi.
Seperti Hits Kitsch, FSTVLST selalu memiliki formula untuk menyusuri jalan lain yang beragam. Bisa jadi pilihannya adalah melipir dari kerumunan, menyusuri jalan lain meski sepi. Saat kau menyala-nyala, kupilih tetap gelap saja// Saat kau nyaring berbunyi, kupilih remang sunyi// Remang sunyi// Remang sunyi// Sunyi.
Atau bersama-sama mereka yang selalu dikalahkan menyusun kemungkinan-kemungkinan baru: Kita bersama adalah roda// Kita bersama adalah roda// Roda-roda gerigi kecil// Berdecit ke kanan, menggilas ke kiri// Berjarak merindu intim bertaut// Terakit jadi sebuah mesin besar revolusi// Revolusi.
Silahkan pilih. Lalu coba perhatikan dan dalami dengan seksama tiga bait akhir lagu Syarat.
Hadiri kosong, peluk erat wujudnya// Pendarkan gelap, ikuti jejak arahnya// Hormati aral, dengarkan petuahnya// Gagalkan ramalan dan tuduh mereka. Merawat harapan// Sepakati keadaan// Mengingat semesta// Kebahagiaan// Rayakan capaian// Jadi alasan 'Tuk terus berjalan. Hanya butuh satu saja satu alasan// Untuk sudah menyerah atau terus berjalan// Lihat saja, takut saja, sudah sajalah// Lihat saja, jalan saja, sikat sajalah// Syarat pertama adalah percaya// Syarat kedua, lihat syarat pertama.
Dan untuk setiap uji coba yang berakhir kegegalan, ikrarkan dalam diri koor sejuta umat ini bahwa: Berjalan tak seperti rencana// Adalah jalan yang sudah biasa// Dan jalan satu-satunya// Jalani sebaik-baiknya. Karena Bagaimanapun juga merawat cita-cita tak akan semudah berkata-kata// Rencana berikutnya rajut lagi cerita merapal doa gas sekencangnya. Gas!
Terakhir, FSTVLST menutup album ini dengan manis. Kamis dan Opus adalah amunisi untuk setiap langkah kita menyusuri kemungkinan-kemungkinan. Amunisi itu, bagi saya bernama keluarga dalam konsep yang tak melulu biologis. Darinya energi tak terhingga bersumber.
Kamispun terbuang ('Ku lakukan untuk mereka)// Siang berubah remang (Mereka yang tercinta-kucinta)// Usang harapan (Mereka yang tercinta)// Kau 'kan tetap terbilang.
Engkau dan aku// Api kita menyala// Engkau dan aku// Kita bersama.
Terima Kasih FSTVLST.
Comrade Bobhy, 22 Nov 2023
Komentar
Posting Komentar