Perjalanan Memiliki Rumah


Kami telah membangun imajinasi rumah baik secara fisik maupun spirit jauh sebelum kami berikrar menjadi suami istri. Karena kami berangkat dengan kemampuan fiansial yang bisa dibilang tekor, kami lebih banyak membicarakan "nyawa rumah" yang kami impikan bersama. Jika bicara fisik, standarnya tidak berubah sejak dulu "kecil saja, ada perpustakaan, dan ada kebun" 

Kami tidak pernah menargetkan akan punya rumah diumur berapa. Sampai tahun keempat pernikahan, kami masih tertatih untuk memenuhi kebutuhan harian. Saya lupa bagaiamana caranya, tapi saat itu kami belum punya penghasilan bulanan yang bisa kami atur.  Keberanian untuk sekedar pasang target memiliki rumah pun sama sekali tidak kami miliki. 

Memutuskan kembali ke Makassar di tahun 2012, lalu tinggal bersama Kedai Buku Jenny hingga sekarang, membantu merenovasi bayangan bayangan kami akan rumah. Kami menyepakati tambahan gagasan bahwa rumah sebaiknya menjadi ruang transformasi untuk orang-orang di dalamnya dan orang yang berkunjung ke sana. 

Setelah beberapa tahun dengan selow namun pasti kami bisa percaya diri untuk mulai merasa cukup lapang secara finansial. Tidak ada utang, tidak ada beban. Jika tak punya uang berlebih kami tidak muluk ingin ini itu. Jika  berlebih, kami sisihkan sedikit demi sedikit yang biasanya akan kembali nol setelah libur lebaran atau libur sekolah.

Di tahun 2017, kami mendapat skema pembayaran panjar rumah yang cukup bersahabat. 1,5 juta selama 20 bulan. Inilah kali pertama kami mencemplungkan diri dalam cicilan dengan jumlah yang besar, karena memotong lebih dadinseperdua gaji bapak komrad saat itu. Tapi, kami gaaas. Kalau mama' selalu bilang "Appegengko'  cedde " 

Tapi naas, setelah kami melunasi DP di tahun 2019, pembangunan tidak jalan, kami hanya diminta menambah uang tiap bulan demi mengurangi KPR nantinya. Kami berhenti membayar dan memutuskan tidak mau menunggu lagi. Karena lelah dengan janji dan marah, tanpa pikir panjang, perjanjian kami batalkan. Resikonya, kami hanya bisa mengambil seperdua uang dari total 32 juta yang kami setor. Jangan tanya bagaimana rasanya? Biasanya saya pura pura gila kalau disuruh menceritakannya. 

Kami lalu menghapus harapan punya rumah. Kekecewaan itu coba kami bayar dengan membeli mobil yang paling bisa kami jangkau pembayarannya dan kami harap akan membawa kami melangkah lebih jauh. Tapi juga berarti menjauhkan kami dari rumah, kami tidak mungkin mampu membayar mobil dan rumah sekaligus. Rumah akan kami urus 5 tahun ke depan, begitu planning nya. 

Tapi, setelah punya mobil kami sering menghabiskan akhir pekan dengan jalan tidak menentu. Ke tempat yang agak jauh atau cuma keliling kota. Kami akhinya tidak keberatan jika mungkin harus tinggal di tempat yang cukup jauh dari Makassar. Taulah harga rumah di Makassar, cukup mencabik cabik mimpi mimpi orang kecil seperti kami. Pilihannya Gowa atau Maros. Akhirnya, geliat ide tentang rumah mewacana lagi. Hampir tiap bulan kami jalan berkeliling, melihat info di medsos atau kabar dari teman. 

Karena kami cukup percaya bahwa rumah itu seperti jodoh. Dan saat bertemu rumah ini, kami jatuh cinta di pandangan pertama. Nyaris tidak ada yang memberatkan kami. Jarak, masih tempuh-able, bangunan oke, suasananya nyaman, jalan perumahan sudah rapih, rumah sebagian besar sudah terisi, dan yang paling utama karena tabungan kami cukup untuk DP dan pengurusan administrasi. Seingat saya itu di pertengahan Juli 2020.

Beberapa bulan kami tarik ulur dengan bank dan developer. Pengurusan berkas yang cukup menyita dan simulasi pembayaran di beberapa bank yang tidak klop.  Kami bahkan sudah diputuskan cancel dan akan menarik uang DP (lagi). Tetiba di akhir November, suku bunga turun. Developer meminta saya melihat ulang skema pembayaran yang ditawarkan bank yang sepertinya bisa kami upayakan. 

Tidak menunggu lama, kami menandatangani perjanjian jual beli dengan notaris di awal Desember 2021. Penyerahan kunci, lalu nerenovasi sedikit bagian belakang rumah dan pindah di penghujung Januari 2022.

Kami memiliki rumah di tahun ke14 pernikahan kami. Dan itu luar biasa. Dalam menentukan pilihan, kami berdua tidak ingin tergesa apalagi terkejar sesuatu. Saat waktunya tiba, kami tahu kami siap. 

Perjalanan memiliki rumah ini tidak mulus, melalui banyak pertimbangan, diskusi dan perenungan. Panjang dan kami mesti berhenti berkali kali untuk sampai di sini. 

Karenanya, untuk kalian yang sedang mengusahakan apapun dalam hidup, jangan menyerah jangan terprovokasi. Semua akan tiba di waktu yang tepat. 

Lalu, apakah perjalanan itu telah betul selesai? Tentu tidak. Kami baru akan memulai perjalanan yang sesungguhnya.

Moncongloe, 10 Februari 2022

Ibu Maha Suar Rekah

Komentar

Postingan Populer