Membasuh dan Ingatanku tentang Air


Water keeps the memory...

Dalam Frozen 2, Anna mempercayai hikayat yang diturunkan ibunya yang kurang lebih ingin bilang bahwa air sebagai sumber kehidupan mengetahui apa yang manusia telah lakukan. Air menyimpan kenangan dan jejak yang menuntun Elza dan Anna untuk menemukan kebenaran dari sejarah masa lalu yang ditutup-tutupi. 

Saya sedang menunggui ember terakhir yang sebentar lagi penuh sembari menyelesaikan putaran terakhir mesin cuci saat mengingat adegan-adegan di film besutan Disney yang telah berulang-ulang saya nonton bersama MahaSuar. Setiap kali melihat air yang mengalir, saya selalu yakin semua hal yang sedang buntu di pikiran saya akan mendapatkan jalan. Dia tetap mengalir, berjalan, melewati apapun yang menghalanginya. 

Sejak akhir Agustus kemarin, air di rumah sedang bermasalah. Sumur yang jadi sumber air mulai mengering. Sejak tinggal di sini sejak 2015 lalu, hampir setiap tahun kami berhadapan dengan masalah kekeringan, biasanya saat kemarau sedang panjang seperti sekarang ini. Tapi seingat saya, tidak pernah terlalu lama. Dan seperti biasa, kami melewatinya dengan berbagai macam cara. Numpang mandi di rumah tetangga atau menyetok air dibak dengan  air mineral.

Tapi, walaupun air tumpah ruah di musim hujan, prinsip hemat air adalah prinsip yang saya pegang dan berupaya saya tanamkan ke MahaSuar. Saat mereka mandi dengan mengguyur air berlebihan, saya pasti akan berceramah panjang bagaimana banyak kehidupan di luar kami yang harus berjuang untuk mendapatkan air bersih. Saya bahkan bisa mengetahui ketika air di bak mandi sudah full atau belum dari suara yang ia keluarkan, walau saya tidak berada dekat dengan kamar mandi.

Hampir lebih 30 juta penduduk Indonesia per tahun 2019 masih tidak bisa mengakses air bersih. Bukan hanya karena jarak akan sumber air, polusi air  tanah yang semakin meningkat,  pendangkalan pantai dan laut karena massifnya pembangunan, dan juga karena sikap tidak peduli banyak kita yang menggunakan air tanpa perhitungan. 

Di dunia bahkan nyaris 2 milyar jiwa yang hingga kini tidak punya kesempatan mengakses air dengan mudah dan nyaman. Kekurangan air yang sering melulu saya keluhkan dan menjadi momok di rumah, sungguh tidak ada apa-apanya dengan yang dihadapi milyaran orang di luar sana.

Sebagai sumber kehidupan utama, saat air mengalir sangat pelit, kami langsung siaga 1, mengerahkan pikiran untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang bisa kami lakukan. Salah satunya seperti yang saya lakukan, mengisi semua yang kosong. 

Memperhatikan air, saya mengingat lagu Hindia yang ia nyanyikan bersama Rara Sekar berjudul Membasuh. Lagu ini sebulan terakhir cukup sering kami dengar. Setidaknya, melalui liriknya Hindia ingin bilang bahwa kau bisa berbuat baik tanpa harus menunggu dirimu menjadi sempurna dulu, misalnya tidak perlu menunggu kaya untuk bersedekah, siapapun bisa berbagi walau mungkin tidak sedang berkecukupan.

"Bisakah kita memberi walau tak suci, bisakah terus mengobati walau membiru, 

...walau kering, bisakah kita tetap membasuh"

Dalam artian yang sesungguhnya, Memberi walau tak suci, mengobati walau membiru menurut saya bisa dilakukan. Tapi saat kering, bisa tidak kamu membasuh? Saya rasa tidak. Kalau kamu tidak punya air, bagaimana kamu membasuh orang lain? Saya menanyakan pertanyaan ini pada Maha saat kami mendengar lagu ini dalam perjalanan, dan dia bilang "mungkin ibu egois, jadi tidak bisa membasuh" Saya tidak punya jawaban saat itu, tapi kalau saya pikir-pikir lagi, saya bisa saja keberatan.."saya tidak egois, saya hanya bersikap realistis" 

Dan, air sudah penuh. Setelah ini, jika ada seseorang yang datang meminta air, mungkinkah saya akan memberikannya dengan ikhlas? Entahlah, air menyimpan kenangan. Mungkin dia akan menceritakannya kelak.

Ibu Nhytha

Wesabbe, 19 September 2020


Komentar

Postingan Populer