Maha dan Suar Tanpa Kami


Pekan ini memasuki pekan ke empat sejak MahaSuar meninggalkan kami menikmati "belajar dari rumah" di Bone. Sepanjang ingatan saya, ini kali pertama mereka meninggalkan bapak ibu selama itu. Khususnya Suar. 

Setelah bulan lalu, berhasil tinggal di Bone selama seminggu, ia merasa nyaman dan meminta untuk ke Bone lagi. Kami bisa memprediksi, dia akan betah Karena kali ini dia tidak sendiri, Kk Maha, Aira dan Nawwaf pun di sana.

Jangan tanya bagaimana rasanya. Kami yang terbiasa meladeni energi Suar yang meluap-luap, tetiba dikepung senyap. Saya yang terbiasa mengatur rutinitas MahaSuar rehat sejenak dan menyalurkan energi penuh pada Rekah yang sedang memasuki bulan kedelapan. Saya mendapatkan banyak waktu luang yang bisa saya pakai untuk membaca, menulis dan menonton maraton drakor tentunya. Saya senang? Ya, tentu. Tapi, saya menolak untuk terbiasa. Rasanya aneh.

Urusan sekolah masih saya yang atur, via grup sekolah lalu dikrim ke ponsel Maha, Mami Heri atau Puang Ana. Mengingatkan tugas, mengingatkan deadline, saya tetap cerewet lah namun medium nya berbeda. Via chat atau video call. 

Setiap hari kadang 2-4 panggilan video yang kami lakukan sampai mereka tidur. Laporan pertikaian, tangisan, pertengkaran, keberhasilan, semuanya sampai dengan cepat. Dan berusaha untuk tidak saya lewatkan. Rasanya sekali lagi, aneh, mereka memiliki cerita yang tidak saya miliki.

Mengijinkan mereka berlama di Bone bukan karena kami tidak rindu. Sebenarnya, dalam beberapa hal kami merasa tepat jika mereka di sana. Mereka sudah tidak bersekolah  dan bertemu teman sejak Februari. Mereka belajar on line dengan gempuran tugas setiap hari. Walau sedikit dan sebentar, namun metode belajar daring bukanlah metode yang bisa membuat anak-anak bersenang-senang. Dan di Bone, mereka bisa menghabiskan hari dengan bermain bersama (setelah mengerjakan tugas, biasanya)

Saya menyinggunya dalam beberapa tulisan, tentang letak rumah kami di Bone. Tidak jauh dari 0KM Kota Watampone, kalau mengendarai motor, tidak lebih dari 5 menit. Rumah kami berada di bagian belakang, sebuah apotek yang juga adalah klinik, namanya Madani. Menuju rumah, kami harus melewati lorong kecil yang hanya muat dilalui 1 motor. 

Ada sekitar 8 rumah di sana. Kami bertetangga sudah seperti keluarga. Bahkan selalu kami andalkan saat bapak dan mama hanya tinggal berdua di rumah. Rumah didominasi rumah panggung, dengan halaman yang luas. Anak-anak bisa puas berlari dan mengeksplor apa saja di sana. 

Di Makassar sebenarnya juga MahaSuar tetap main saat sore, tapi tetap harus dikontrol, masker harus tetap dipakai dan jaga jarak, hal yang selalu sulit mereka lakukan. Di Bone, karena bertetangga sedikit, secara sadar juga mereka tidak kemana-mana, bisa dipastikan kalau komunitasnya terjaga. Anak-anak tidak perlu kami bebani dengan rasa khawatir saat bermain bersama tetangga.

Selain di rumah, bermain bersama anak-anak tetangga, Maha Suar juga selalu main di rumah Tante Use. Tante Use adalah rumah kedua kami di Bone. Bukan hanya setiap sore di sana selalu enak jadi tempat nongkrong, tapi Tante Use selalu menyambut kedatangan kami, sesering apapun itu. 

Tante Use, juga pernah saya ceritakan, perihal kemampuannya memanjakan lidah dan perut kami. Di sana, selalu ada yang bisa kami kunyah. Bisa dibilang, karena dia membantu mama mengasuh kami sejak kecil, dia tahu betul selera lidah kami. Saya, dirawat Tante Use bersama ibunya Puang Cingke'.

Saya selalu ingat saat kecil, demi makan malam masakan Tante Use, setiap sore saya akan menyatakan keinginan untuk menginap, dan lalu memelas meminta izin pulang sesaat setelah makan malam habis terlahap. Kalau mama tidak ada, kami tidak pernah khawatir, tante Use akan menyediakan lauk untuk kami, tanpa kami minta. Dia menjaga kami, Saya dan kelima saudara saya, lalu kini anak-anak kami.

Menurut laporan Puang Ana, anak-anak tiap hari ke rumah Tante Use. Entah pagi, siang atau malam. Kalau Tante Use kebetulan keluar, mereka hanya duduk di teras sambil bermain dan bercerita bersama. Kalau Tante Use ada, aktivitas tersebut alan ditemani segelas teh buat masing-masing anak. Jika yang keluar teh hangat, Suar dengan tanpa merasa berat, meminta dibuatkan es teh. Dan Tante Use mengiyakan pinta mereka, seperti saat dulu jika kami meminta padanya.   

Pengalaman MahaSuar di Bone kali ini pasti sungguh berbeda, jika dibandingkan saat kami pulang seminggu dua minggu untuk liburan. Dan semoga menjadi ingatan akan relasi pertetanggaan yang mungkin tidak akan dia nikmati kelak.

Dan, saat saya tanya kapan mau dijemput, mereka dengan pongah menjawab "tahun depan, boleh?"

29 September 2020, Ibu Maha Suar

Komentar

Postingan Populer