Petualangan Baru Suar

"tidak semua orang harus pintar menggambar, Suar" kata saya seringkali, berkali-kali pada Suar saat ia merasa rendah diri karena membandingkan gambarnya dengan gambar kakak maha.

Yah, Suar yang sering tampil percaya diri, berapi-api dengan semangat  yang seolah tak pernah mati, Suar yang langkahnya selalu berani jarang berhati-hati, juga sering merasa "insecure" dengan kakak maha. Dia jarang mau mengakui, kalau untuk beberapa hal ia tidak bisa selalu unggul.

Ia merasa terganggu dengan kenyataan bahwa ia tidak pernah memenangkan hadiah apapun karena menggambar. Saat kakak maha menghabiskan tabungannya untuk membeli peralatan gambar yang lama ia impikan, dia pun menuntut serupa. Padahal punyanya masih banyak yang tidak terpakai. 

Semisal, beberapa minggu lalu dia tidak berhenti merengek untuk membeli spidol merk POSCA yang harganya sekitar 42 ribu rupiah satu biji. Sungguh membuat jiwa miskinnya ibu bergolak. Bagaimana tidak, harga segitu sudah bisa punya 12 warna spidol dengan merk yang semasa kecil hanya jadi mimpi ibu semacam Faber Castell,  Snowman dan merk-merk lainnya. Dan pasti dia marah jika saya terlalu mengatur pasal belanjanya, apalagi jika uang itu adalah hasil usahanya sendiri. 

Sejak umur 5 tahun, Suar berani mendeklarasikan diri kalau dia enggan mengekor kakak maha, walau kenyataannya, sulit ia wujudkan. Ia mengagumi kakak maha, secara tidak sadar. Dan dia menuntut kami membiarkannya melakukan yang dilakukan kakak maha, walau menurut kami itu tidak pas untuknya.

Ia ingin diberi wewenang menjaga Rekah, seperti yang kami berikan pada kakak maha, padahal ia sulit fokus pada ade' Rekah karena ada-ada saja yang selalu membuatnya terdistraksi. Tubuhnya yang imut juga tidak sanggup menggendong Rekah lebih dari 10 menit. 

Saat bermain bersama di sore hari, Suar selalu enggan jika kakak maha bermain bersama orang lain dan tidak melibatkannya.  Masalahnya, ia merasa bebas melenggang ke mana saja dan bermain dengan siapapun yang ia inginkan, tanpa ijin kakak maha dulu. Ia bergantung tapi tak ingin talinya kelihatan.  Ringkasnya, ia selalu ingin tampak lebih Suar dari Maha...hehehe.

Dan, menurut saya, keputusan pulang ke Bone bersama Ana Dan Mama' (neneknya) Sabtu kemarin, adalah salah satu upaya untuk kembali mendeklarasikan kemerdekaan pilihannya untuk tidak terlalu bergantung pada kakak maha. Walau sudah sering menginap tanpa saya atau komrad, ini kali pertama Suar ke Bone tanpa kami. Keputusan ini ia katakan jauh hari sebelum Mama' tiba di Makassar. Ia sempat mengendor di dua malam terakhir. Tapi, kembali keukeh dan meyakinkan semua orang kalau dia ingin betul-betul ke Bone tanpa kami. Dan tanpa tenggat waktu yang kami tentukan

 "Sampai tidak bisa tahan rinduku" katanya

Sabtu pagi, ia sudah menyiapkan segala keperluannya. Mulai dari baju, sampai buku sekolah. Saat kami pertanyakan ulang atas niatnya, dia tidak goyah sedikitpun. Saya, bapak komrad bahkan kakak maha takjub dan bangga atas konsistensinya terhadap pilihan sadar yang ia buat. Ini mungkin menjadi salah satu caranya untuk menguji diri sendiri bahwa ia adalah Suar tanpa Maha. Ia seperti ingin mengukir petualangan baru, tanpa Maha di sampingnya.

Perkara membandingkan dirinya dengan kakak maha adalah hal yang secara internal telah saya dan bapak komrad tuntaskan sejak lama. Porsi kami untuk mereka, selalu diupayakan sesuai yang mereka butuhkan. Kami merayakan capaian sekecil apapun atas usaha yang mereka tunjukkan, tanpa melebih-lebihkan. 

Tapi perasaan cemburu, perasaan tidak dipedulikan secara alamiah pasti ada. Baik Suar maupun Maha. Jika tidak terlalu menghawatirkan, kami biasanya memberikan waktu bagi mereka untuk memahami perasaannya, kami beri ruang dan waktu untuk pemulihan sendiri, menurut kami itu penting bagi mereka untuk mengatasi hal-hal dasar yang kelak akan mereka temui sebagai layaknya manusia. 

Namun, sekecil apapun itu, ujungnya selalu berakhir dalam sesi diskusi saat kami semua dalam keadaan nyaman. Saat mereka tidak lagi menangis atau saya tidak lagi dalam keadaan marah. Dan harus kami akui, Suar memang untuk saat ini jauh lebih sulit diajak berkomunikasi. "Tapi kami tentu tidak akan menyerah", ini janji.

Saat tulisan ini dibuat, saya sedang bergelimang rindu karena seharian tidak meneriakkan namanya, dan dia sudah terlelap karena seperti biasa dia sibuk menyibukkan semua orang di sekitarnya.

Selamat bertualang, Suar. Tetap benderang! 

IbuMahaSuar



Komentar

Postingan Populer