Suar Memang Layak Jadi Frontman
Saya sependapat sama Radit, frontman Minor Bebas, yang masih percaya jika panggung bisa menjadi ruang produksi dan reproduksi gagasan. Seperti yang sering ia lakukan di banyak panggung Minor Bebas. Berbagai macam kritik atas persoalan sosial yang terjadi di sekitar serta sesekali mengajukan alternatif jalan keluar dan tentu diselingi ocehan receh nan sarkas dilakoni Radit ditas panggung sebagai bentuk afirmasi atas apa yang ia yakini soal potensi panggung sebagai ruang transformasi.
Selain Radit, saya tentu
mengidolakan Farid Stevy, frontman FSTVLST, untuk urusan mengubah panggung
menjadi serupa podium agitasi dan propaganda kebajikan-kebajikan sederhana
dengan luapan kritik tipikal yang tak berniat menjadi nabi. Dan tentu masih
banyak nama lagi yang punya caranya sendiri-sendiri menjadikan posisi frontman
di band tidak hanya sebagai mesin ucapan terima kasih untuk sponsor dan
pelaksana acara dan mesin produksi pujian bagi penonton.
Tapi ini urusan selera dan
cara pandang saja sih, jadi ditempat lain saja dibicarakan. Toh, Cholil ERK
tidak terlalu banyak bicara diatas panggung namun tak ada yang menyangsikan
jika ia salah satu frontman band di republik ini yang punya hampir semua
kriteria sebagai seniman sekaligus aktivis sosial. Tak percaya? Silahkan
manfaatkan google-mu dengan baik. Meski saya tetap suka sama frontman yang “cerewet
berfaedah” diatas panggung.
Dan kriteria “cerewet” ini,
meski belum sampai taraf benar-benar “berfaedah”, saya kira dimiliki Suar.
Bukan Suar ex-vokalis Pure Saturday yah, tapi si bungsu saya Suar Asa
Benderang. Dan yang tak kalah penting dari potensi cerewetnya ini karena ia
berani menunjukkannya. Satu hal yang hingga kini masih terus diupayakn oleh
kakaknya, maha. Suar tak akan sungkan-sungkan memanfaatkan setiap kesempatan
dan panggung untuk menunjukkan hal-hal yang ia bisa. Seperti akhir minggu lalu
misalnya.
Hari minggu kemarin, bersama
beberapa anak-anak kompleks yang sering ikut latihan Teater Anak Ketjil di
Kedai Buku Jenny mengikuti Lomba Mewarnai yang diadakan oleh Lembaga Lingkar
bekerjasama dengan Pengurus Vihara Sasanadipa. Kegiatan ini memang dilakukan di
Vihara Sasanadipa yang bertempat di bilangan Jalan Gunung Lokon Makassar.
Di akhir acara ini, panitia
membagikan banyak hadiah bagi puluhan anak-anak peserta lomba mewarnai setelah
sebelumnya mereka juga dihibur dengan dongeng, cerita rakyat yang diiringi
sinrili’. Si kakak pendongeng yang diberi kesempatan untuk membagikan beberapa
hadiah yang telah disiapkan panitia lalu mempersilahkan siapa saja yang berani
naik ke atas panggung tanpa instruksi melakukan apa pun. Bebeapa anak langsung
mengacungkan jari dan dari belakang saya menyaksikan Suar yang berada disebelah
kiri panggung juga ikut mengacungkan jari meski agak tak terlihat karena
posturnya yang kecil.
Dulu, kesempatan seperti ini
biasanya kami agak susah berharap kakak maha punya keberanian untuk hanya
sekadar unjuk jari. Ia cukup lama mempertimbangkan ini itu untuk mengambil
keputusan dan seperti biasa, telat. Tapi kini Suar menggenapi kakak maha. Ia
selalu punya cara untuk memanfaatkan panggung menjadi ruang untuk menunjukkan
jika kesempatan tak selalu datang, maka jika ia ada didepan matamu manfaatkanlah
untuk hal-hal baik dan menggembirakan dirimu dan orang lain.
Setelah ditunjuk si kakak
pendongeng, Suar lalu dengan lincah berlari kecil menuju depan panggung.
Setelah memperkenalkan nama dengan benderang seperti namanya, Suar lalu ditanya
perihal apa yang akan ia lakukan. Dengan tegas ia jawab kalau ia akan menyanyi.
Saya dan ibunya maha yang dari
belakang bersama orang tua lain yang menyaksikan mendengar kesanggupan Suar
untuk menyanyi itu lalu saling berbisik khawatir jangan-jangan ia memutuskan
untuk mendendangkan lagu Selow milik Via Vallen. Lagu yang belakangan sering
Suar dan Maha nyanyikan untuk membuktikan kalau mereka juga gaul dengan
anak-anak kompleks sepantaran yang bakal mengkonsumsi apa saja yang mereka
dengar. Atau kami membayangkan Suar dengan bangga menyanyikan salah satu lagi
dari mini album Kapal Udara yang tiap hari ia putar di rumah.
Tebakan kami tak ada yang
tepat. Siang itu Suar sok imut. Saat ditanya mau nyanyi apa, dengan suara minor
ia jawab, lagu Balonku. Sontak saya dan ibunya maha bertepuk tangan sambil
mengucap syukur dalam hati karena Selow akhirnya tak jadi pilihannya. Sepulang
dari acara itu dan membawa hadiah bantal karena keberaniannya maju kedepan dan
bernyanyi, kami bertanya kenapa ia tak menyanyika lagu Kapal Udara. Suar lalu
menjawab jika ia takut nanti kakak-kakak yang di depan panggung dan anak-anak
peserta lomba mewarnai selain kakak maha tak mengenal Kapal Udara dan tak
menikmati lagu yang ia nyanyikan. Benar-benar argumentatif dan akkala’.
Dan karena itu semua, Suar
bagi kami layak jadi frontman untuk project apa saja bersama kakak maha kelak.
Dan kami bahagia karenanya.
Chayo Suar.
Bapak Mahasuar
21 Feb 2019
Rencananya mau pulang ke Bone
Komentar
Posting Komentar