Suar, Cukur Madura dan Sebuah Pengakuan
Kisah ini saya ceritakan
sekaligus sebagai pengakuan atas khilaf yang telah saya lakukan ke anak saya
sendiri yang paling bungsu, Suar Asa Benderang. Semoga kelak saat ia membaca
kisah ini dia bisa memahami kekeliruan yang telah saya lakukan kepadanya secara
tak sengaja tentunya dan kemudian memaafkan saya.
Jadi ceritanya bermula
beberapa waktu lalu saat kakak maha berhari-hari tidak pernah membasahi
kepalanya karena takut mengenai titit-nya
yang barusan dikhitan. Karena tidak pernah dishampo kepalanya begitu gatal dan
kami memprediksi selain karena kotembenya yang semakin tebal, sepertinya
kutu-kutu jahanam itu kembali menghuni di kepala kakak.
Dan benar saja setelah sisir
kutu beraksi puluhan kutu berjatuhan diatas kertas putih yang ditaruh dibagian
bawah kepala kakak. Aksi pembasmian kutu berlanjut ke kepala Suar yang hampir pasti
juga diserang oleh kutu-kutu rambut itu. Pasalnya setiap malam Suar tidur
bersebelahan dengan kakak maha. Dan benar meski yang kami dapat tidak sebanyak
yang berada di kepala kakak.
Setelah pagi pembasmian itu,
kami bersepakat kalau kakak maha dan Suar harus segera dicukur pendek. Dan dari
sinilah awal mula kekhilafan yang tak disengaja itu terjadi.
Sejak menghuni Kompleks
Wesabbe empat tahun lalu, tempat kami cukur rambut berpindah tiga kali.
Dua-duanya di Tukang Cukur Madura. Yang pertama Tukang Cukur samping Nasi
Kuning Gerbang BTP yang rada kajjala’
itu. Kedua di samping gerbang Kompleks Wesabbe. Dan terakhir dan hingga kini
jadi tempat cukur langganan kami yaitu Tukang Cukur yang terletak hanya
beberapa meter dari gerbang jalan masuk menuju Kompleks Perumahan Dosen Unhas
Tamalanrea.
Dan pagi itu saat kami bertiga
sepakat untuk bercukur, tempat tujuan kami jelas yaitu Tukang Cukur Madura
Perdos.
Tukang Cukur di Perdos
sebenarnya ada dua. Selain yang dekat gerbang juga ada yang berada dekat STIK
Nani Hasanuddin. Namun yang kedua ini tak pernah kami pilih sebagai tempat
cukur kami hingga pagi yang tak bakal saya lupakan itu dating.
Tempat cukur yang menjadi
langganan kami penuh. Biasanya kami rela antri menunggu tapi pagi itu kami
segera bersepakat ke tukang cukur dekat gerbang esabbe namun kondisinya sama.
Penuh dan antrinya panjang. Akhirnya kami kembali ke Perdos dan memilih untuk
cukur di tempat yang tak pernah kami pilih sebelumnya.
Saat kami hendak masuk di
tempat cukur itu hanya ada satu anak yang sedang dicukur. Kondisi yang agak
berbeda dengan dua tempat cukur yang kami datangi pagi itu. Kondisi yang
membuat saya agak ragu tapi kami sudah kadung berada disitu jadi bismillah
saja.
Setelah si anak yang bercukur
sebelumnya selesai, Suar menjadi yang pertama diantara kami bertiga yang
dicukur. SI tukang cukur yang ramah dan detail menanyakan seperti apa bentuk
cukuran yang saya mau untuk Suar membuat saya merasa tidak salah memilih tempat
cukur ini. Instruksi saya sebenarnya tidak cukup detail, prinsipnya pendek dan
tidak botak licin. Si tukang cukur senyum pertanda memahami instruksi saya
setelah memastkan beberapa hal terkait model cukur Suar.
Selama cukur, si tukang cukur
juga cukup interaktif dengan Suar dan sesekali ke saya yang duduk di belakang
memastikan cukuran Suar tidak keliru. Karena instuksinya cukur pendek jadi
waktu cukurnya tidak terlalu lama. Namun saya tidak detail disaat-saat akhir.
Dan disitulah kesalahan fatal itu terjadi.
Si tukang cukur balik bertanya
kepada saya disaat finishing cukuran
Suar. Begini saja Pak? Tanya si tukang cukur. Saya lalu mendekati Suar dan
memastikan semuanya apakah sudah oke atau ada yang masih perlu diperbaiki. Lalu
pandangan saya terfokus ke bagian depan rambut Suar. Saya merasa ada yang aneh
dan belum rapi. Saya lalu menunjuk bagian yang menurut saya belum rapi itu dan
memberi intruksi agar dirapikan dengan memberi gerakan tangan setengah
lingkaran di kepala Suar. Instruksi itu sebenarnya tidak jelas tapi saya piker si
tukang cukur pasti mengerti. O iya, sebelumnya si tukang cukur sempat bertanya
apakah mau dikasi poni. Saya tentu menolak dan akhirnya memberi intruksi berupa
gerakan tangan itu.
Naasnya si tukang cukur menerjemahkan
instruksi saya secara nyata dan plek.
Itu saya sadari saat saya melihat Suar dari cermin. Tiba-tiba wajahnya aneh karena
bagian depan rambutnya berbentuk setengah lingkaran yang aneh. Mirip-mirip
pemeran di Star Trek pikirku. Dan dalam beberapa waktu saya langsung merasa
lemas. Setelah turun dari kursi cukur berkali-kali saya memandangi wajah Suar
memastikan apa yang salah hingga kemudian saya menyadari kalau kesalahan ini
dari saya.
Maha yang cukur setelah itu
saya pastikan tidak mengalami kejadian naas seperti SUar sebelumnya. Ia saya
persilahkan memilih model cukur yang tertempel di dinding tempat cukur. Dan
ketika dibagian akhir si tukang cukur bertanya apakah bagian depan rambut maha
mau dicukur juga seperti Suar, cepat saya jawab tidak dan lag-lagi penyesalan
saya datang menyerang sambil melihati kembali wajah Suar diseelah saya yang
tampak aneh.
Setelah saya selesai cukur
kami pulang dan kisah ini tidak pernah saya ceritakan ke siapa-siapa meski
Ibunya maha sempat bertanya kenapa model cukur Suar agak aneh. Lucu sebenanrnya
namun kami tak pernah mengatakan itu di depan Suar. Semoga kelak Suar memahami.
Tiba-tiba saya kembali
mengingat pesan dosen saya di Jogja dulu, “there’s
always devil in details.”
Sekali lagi maafkan bapakmu
yang keren ini Suar.
Wesabbe, 9 Februari 2019
Tolak RUU Permusikan
Komentar
Posting Komentar