27 Juli dan Kami Yang Tak Mau Move On Dari Unhas

Apa yang anda ingat dengan tanggal 27 Juli? Kalau pertanyaan ini diarahkan ke saya, maka yang berada di top of mind saya tentu adalah peristiwa Kudatuli alias Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli. Masih bertanya peristiwa apakah gerangan hingga ia serasa begitu “istimewa” untuk dikenang? Jangan malas, maksimalkan google mu J.

Bulan kemarin, satu peristiwa bertambah lagi di jejeran angka 27 di bulan Juli dan tulisan ini –meskipun karenanya saya harus mengumpulkan serpihan-serpihan tenaga dan tertatih-tataih untuk menuliskannya- adalah serupa monumen yang harapannya dapat terus saya sambangi kelak hingga saya dan keluarga kecil ini bisa terus mengingatnya dan bisa terus bersyukur bahwa kami bisa sampai di tahapan ini.

Tepat di tanggal 27 bulan kemarin, maha akhirnya berseragam putih merah. Yup, maha akhirnya menginjakkan kakinya di tingkat pendidikan formal yang paling lama di republik ini, Sekolah Dasar. Enam tahun kedepan bisa jadi akan menjadi salah satu masa yang menggembirakan jika mengingat-ngingat potongan-potongan kisah saat keluar main dan dengan senyum sumringah bermain bersama kawan-kawan meski seragam telah berubah warna karena debu dan tanah yang menempel sana sini. Tapi dari pengalaman masa lalu, ia bisa menjadi salah satu masa yang paling membosankan dan tak berniat mengulanginya lagi jika mengingat kejumudan di dalam kelas.

Yang jelas, beberapa minggu kemarin maha telah memilih “takdir” nya. Dan kami –saya dan Ibunya- telah benar-benar siap menemaninya. Meski kekhawatiran khas orang tua yang seringkali terlalu berlebihan telah menyapa kami bahkan ketika pilihan maha mau SD dimana belum diputuskan.

Setelah melalui observasi, diskusi bersama maha dan Ibunya, dan tanya sana sini khususnya ke teman-teman yang lebih duluan punya pengalaman memilih SD untuk anaknya, akhirnya kami membuat beberapa kriteria yang menjadi acuan bagi kami untuk memilih dimana maha akan disekolahkan. Dan pertimbangan dari maha sangat determinan pada penentuan kriteria ini. Sama ketika harus memilih dimana maha akan ber-TK beberapa tahun lalu. Syarat dari maha, sekolahnya harus punya halaman yang luas dan punya banyak permainan. Dan pilihannya jatuh ke TK Dharma Wanita Unhas di Perumahan Dosen Unhas Tamalanrea. Kenapa TK itu? Jawabannya silahkan berkunjung sendiri kesana dan liatlah betapa halamannya begitu luas, anak anda bisa tersesat kalau rumputnya sedang tinggi-tingginya…hehehe.

Dan untuk sekolah SD nya kali ini maha membuat beberapa kriteria dan salah satunya –dan ini amat maha penting ada di sekolah itu- adalah bahwa di sekolah itu harus ada penjual koke’-koke’nya (penjual mainan dan sejenisnya yang menggunakan sepeda atau motor yang katanya sepanjang hidupnya terus dicari istri karena membawa kabur mainan anaknya hahaha). Beberapa sekolah yang kami observasi langsung tidak disetujui maha karena syarat penting diatas tidak ada bersama sekolah itu. Cerita tentang maha yang begitu excited setelah membeli sesuatu pertama kali di penjual koke’-koke’ sekolahnya akan saya tulis di postingan lain, mudah-mudahan ingat.

Selanjutnya, kami juga sempat terpikir untuk menyekolahkan maha di sekolah berlabel Islam Terpadu yang beberapa tahun ini begitu menjamur dan menawarkan banyak paket spesial yang tentu tak akan anda dapatkan di sekolah-sekolah negeri biasa. Pertimbangan mau menyekolahkan maha di sekolah seperti ini sebenarnya berangkat dari kekhawatiran berlebihan yang saya sebutkan diatas. Kami tau benar maha adalah tipe anak yang pendiam, tidak begitu cepat bergaul dan karenanya banyak kekhawatiran yang timbul. Dan perhatian yang lebih dari guru-guru di sekolah berlabel Islam tadi mungkin bisa mengurangi kekhawatiran kami. Sebaliknya, menyekolahkan maha di sekolah negeri seperti memulai not-not awal lagu Welcome To The Jungle nya Gun’s N Roses. Liar dan tak terprediksi.

Tapi setelah berpikir cukup panjang dan terkaget-kaget melihat nominal pembayaran sekolah yang fantastis, akhirnya kami mengurungkan niat menyekolahkan maha di sekolah yang berlabel Islam Terpadu. Rasa khawatir yang berlebihan jika menyekolahkan maha di sekolah negeri kami singkirkan jauh-jauh dan kemudian lebih berkonsentrasi memilih sekolah yang sesuai kategori kami dan maha tentunya.

Sebagai produk sekolah dasar negeri, kami dan anda pasti tau benar bagaimana kualitas pendidikan sekolah-sekolah negeri kita yang tak mengalami perkembangan yang cukup signifikan sejak zaman doktrin “ini budi” yang sentralistis itu masih kokoh. Karenanya, setelah menjatuhkan pilihan dimana maha akan bersekolah, tugas berikutnya adalah memikirkan strategi agar sekolah yang akan penuh hafalan, tugas-tugas yang menggunung, dan berbagai produk sekolah lainnya yang seringkali justru membunuh kreativitas anak didik menjadi masa-masa yang menggembirakan dan penuh kejutan. Meski ini akan menjadi tugas maha berat tapi percayalah kami sangat bersiap untuk itu.

Di hari pertama maha bersekolah, kubisikkan di telinganya agar tak perlu berpikir atau berupaya keras untuk mendapatkan ranking pertama atau prestasi ambisius khas orang tua lainnya. Santai saja, tetap bermain dan perbanyak teman. Bukankah teman adalah kekuatan kata Spongebob.

Dan 27 Juli bulan kemarin maha akhirnya menginjakkan kakinya di SD Inpres Unhas I karena (sekali lagi) kami benar-benar tak bisa move on dari Unhas. Hahaha

Selamat belajar jagoan kecilku!


Bapakmahasuar

Kedai Buku Jenny, 21 Agustus 2015

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer