memasak adalah rasa...


Setelah dua bulan ini berada di Makassar, berkumpul kembali bersama komrad setelah dua tahun menggantung rindu, terasa banyak hal yang berubah dengan sendirinya. Banyak hal yang kulakukan yang dulu tidak pernah ingin kucicipi, tapi sekarang kunikmati dengan lahap.  Dua bulan di sini, rutinitasku beragam, pekerjaan rumah tangga menjadi sesuatu yang menyenangkan, mungkin karena aku menentukan sendiri dan mengeksekusi sendiri segala bentuk rutinitas yang kulakukan.
Hampir menginjak usia 5 tahun perkawinanku, ini kali pertama kami tinggal “sendiri”. Tidak bersama orang tua maksudnya, sebuah  capaian yang selalu diinginkan oleh setiap orang berumah tangga. Keputusan untuk tinggal di makassar, meninggalkan kenyamanan hidup dengan mama di Bone, bukanlah keputusan yang mudaha. Apalagi, aku masih punya tanggung jawab di sana yang juga sekaligus sumber dana keluarga kecil ini_English Home. Tapi, kalau tidak sekarang, kapan lagi. Segalanya menjadi sangat berat, saat kami hidup berpisah. Tidak hidup bersama komrad selama dua tahun belakangan mungkin adalah kuputusan terburuk yang pernah kami putuskan. Dan kami tidak ingin mengulanginya lagi. Pindah rumah, berarti mengubah beberapa hal yang sudah menjadi kebiasaan. Termasuk memasak.
Memasak bukanlah hal yang sulit sebenarnya, dalam kasusku, aku hanya perlu tempat dan waktu yang pas untuk bisa melakukannya. Perihal pekerjaan di dapur, sebenarnya, telah aku senangi sejak dulu.  Tepatnya, setelah menjadi seorang istri.  Pandai memasak, artinya poin tersendiri untuk sang suami, apalagi untukkomrad yang doyan makan dan tidak suka jajan di luar. Namun kesenangan itu tidak pernah berujung dengan hasil yang bagus. Perkaranya adalah, aku selalu tidak pede jika harus bersaing dengan mama, yang kualitas masakannya telah diakui semua orang. dan mama langsung atau tidak langsung tidak pernah memaksakan kami untuk terjun di dapaur, kecuali untuk perkara bersih-bersih yang mana belia tidak begitu lihai melakukannya. Ia sering juga mengeluh, tentang dua anaknya yang sudah memberinya cucu tapi sama sekali tidak pandai mengolah bahan makanan di dapur. Jika mama sedang tidak ada, satu atau dua hari, aku atau kakakku lebih senang makan di luar, atau menyediakan yang instan, mie misalnya.
Nah sekarang, perkaranya berbeda. Tidak ada mama, dan aku punya dapur sendiri.  Dapur yang cukup luas dengan peralatan yang hampir lengkap, adalah salah satu alasan yang membuatku betah di sana. Itu adalah indikator nyamanku untuk dapur.  Dan tentunya bersih. Satu-satunya tempat yang langsung kubenahi sebelum pindah ke rumah ini, adalah dapur. Memilah barang-barang yang masih bisa dipakai, dan mencuci semua yang kotor karena lama tidak terpakai oleh pemiliknya. Alasan lain, sehingga aku harus mau dan bisa memasak, karena kompleks ini bukanlah kompleks yang lumayan dekat dengan kampus seperti saat di aslmula dulu, dimana harga makanan jadi, bersaing dengan harga sayur dan ikan ditambah capek dan belum ada jaminan enak di mulut.  Satu-satunya penjual masakan jadi di sini, tergolong mahal untukku yang biasa menghabiskan uang makan di daerah sekitaran kampus. Mau tidak mau, untuk menghemat dan menyenangkan diriku dan komrad, aku harus memasak. Dan betul sekali, perkara hemat mungkin bisa jadi alasn tepat, pasalnya jika aku belanja sayur sekitar 3 atau 4 ribu sekali, itu bisa kumasak untuk 2 hari. Bahkan kalau komrad sedang sibuk dan harus makan di kampus, makanan selalu bersisa.
Tentang memasak, sebenarnya mudah bagiku, jika semua perkaraku secara psikologis sudah terpenuhi. Masalah yang lain, adalah “masak apa hari ini?”. Setelah bangun, membersihkan rumah, dan sebelum penjual sayur dan tempe berteriak aku harus tahu apa yang ingin kumasak.  Sayur dan lauk, dua jenis masakan itu harus ada. Komrad bukan suami yang menuntutku macam-macam, hanya saja.., senang rasanya saat dia pulang dengan lapar dan dia makan masakanku dengan lahap walau mungkin tidak begitu enak. Untuk lauk, menuku selalu seputaran tahu dan tempe, digoreng.  Masak ikan, selalu kupikir berkali-kali, aku tidak sanggup membersihkannya dan aku pernah punya pengalaman buruk dengan memasak ikan. Untuk sayur, satu bulan pertama,aku sering memasak sayur bening, dan sayur sup. Akhir-akhir ini, aku sering memodifikasi masakan sayurku. Kalau tidak ditumis, aku memasaknya dengan santan ditambah aroma sere. Dan ini adalah masakan andalanku. Aku sangat menyukai rasanya.  
Hari ini, aku sebetulnya iangin memasak sayur nangka yang selalu dibuat mama dan mirip dengan kari ayam. Setelah kutanyakan mama, resep-resepnya, aku siap mengeksekusinya di dapur. Tapi, tidak jadi, daeng penjual sayur tidak nongol-nongol sampe jam 10, dan maha sudah keburu lapar. Terpaksa, menu hari ini menjadi mi goreng yang disantap lahap oleh maha. Wah senangnya!!
Ada satu hal yang kupelajari sejak aku memutuskan ingin pandai memasak. Resep tidak selalu benar, lidahmulah yang menentukan masakanmu. Dan untuk kalian yang belum memasak hingga pagi ini, ayo bersihkan dapur dan siapkan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat terlebih dahulu. Dan satu hal lagi, harus ada objek untuk masakanmu. Aku memasak untuk anak dan suamiku. Yang selalu kulakukan dengan cinta. Dan tidak ada kebahagiaan lain, saat melihat mereka menyantap masakanku lalu puas sambil berkata “mantap bu”. Tapi, aku tetap bahagia saat maha dengan jujur bilang "aih..nda enak masakannya ibu.."hehehehe 


ibunhytha
14 Februari 2013
#dengan cinta


Komentar

Postingan Populer