..apa kabar bintang kecil??..
Waktu
memang berkuasa. Lihatlah! Telah enam bulan, kamu tumbuh dan besar di dalam
sana, di tempat yang paling aman untuk sebuah kehidupan. Tidak lama lagi, bukan
hanya kami tapi dunia akan gegap gempita menyambutmu dengan segala yang
dimilikinya. Hampir dua bulan ini, kamu cukup atraktif di dalam sana, meninju,
menendang, sesuka hatimu, bahkan kamu tak bertoleransi dengan waktu tidur
apalagi dengan rasa sakit yang biasa terasa saat kamu beraksi. Tapi, tak apa,
begitulah kamu harusnya tumbuh, dengan banyak bergerak.
Maaf,
jika ibu tidak memperlakukanmu “istimewa” dalam pandangan banyak orang.
Entahlah, setelah pengalaman dengan kakak maha, kupikir banyak hal yang harus
kupertimbangkan saat berhubungan denganmu. Oh yah..sebelum ibu menulis lebih
lanjut, ada satu hal yang harus kamu tahu dan belajar untuk pahami. Menjadi
anak kedua atau ketiga atau seterusnya berarti membuka diri untuk banyak
dibandingkan. Tapi jangan takut, hidup sesekali berjalan tidak seperti yang
kita sukai. Maksudku, siapa yang suka
dibandingkan?? Ibupun tidak. Tapi, kita kerap menjadi pembanding dan
dibandingkan dengan orang lain, ibupun demikian. Berita baiknya, ibu selalu
punya banyak hal untuk diunggulkan, hehehehe....sombong! Tapi santai
saja..untuk urusan yang satu itu, kamu bisa bertanya pada puang Ana dan puang
Udi kelak, bagaimana rasanya dibanding-bandingkan dengan ibu. Wakakakakak.....
nah, jadi tidak perlu berkecil hati, jika nanti tulisan ibu, komentar dan
pikiran banyak orang akan membanding-bandingkanmu dengan kakak maha. Tapi ibu
janji, ibu akan menimalisir hal itu.
Lanjut...,
secara fisik, ibu belum tahu bagaimana perkembanganmu. Hampir dua bulan, ibu
tidak ke dokter. Bulan lalu, ibu masih memeriksakan diri di bidan. Bukan
berarti ibu tidak memperhatikanmu, tapi, ibu malas mengunjungi dokter yang pada
akhirnya akan memberikan ibu berbagai macam obat. Dimana itu tidak baik
untukmu, dan untukku. Walau beberapa pendapat mengatakan berbeda. Ibu juga
tidak suka dan tidak memaksakan diri minum susu seperti saat hamil kakak maha
dulu. Seingatku, ibu baru menghabiskan tiga kotak susu ukuran sedang sepanjang
kehadiranmu. Ibu memilih menyantap buah setiap hari dan tiga bulan pertama
menambah stamina ibu dengan madu. Setelah, tidak lagi ngidam, porsi makan ibu
mulai bertambah. Aku tahu kamu merasakannya. Tapi, ibu tidak lagi menurutinya
terlalu banyak. Ibu takut berat dan ukuran badanmu membesar dan akan
mempersulit proses kelahiranmu kelak, seperti kakak maha.
Nah
untuk yang satu ini, ibu selalu berhati-hati. Trauma pasca melahirkan kakak
maha belum bisa ibu hapus betul dari kepala ibu. Makanya, ibu berpikir untuk
bertemu kamu dengan cara operasi caesar saja, layaknya kakak maha. Tapi, sejak
dua minggu lalu, dengan pertimbangan banyak hal dan jika Sang Maha mengijinkan
ibu ingin mencoba kembali melahirkanmu seperti bagaimana seharusnya. Untuk itu,
bantulah ibu!
Sore
ini, di sini hujan turun malu-malu, kamu mungkin kedinginan hingga tidak
terlalu banyak bergerak. Sejak pagi, ibu menciptakan kebahagian-kebahagiaan
sederhana secara pribadi. Mulai dari ke pasar, memasak masakan yang
“ulalala....”rasanya, hingga membuat pancake yang dinikmati dengan senang oleh
bapak kakak maha dan om2 mu. Nantilah kamu berkenalan. Kakak maha masih
terlelap dan enggan membuka mata, hujan meninabobokannya tak henti-henti,
bahkan kecupan-kecupan ibu tidak ia indahkan. Padahal magrib hampir datang.
Bapak baru saja pergi dan meninggalkan sedikit rasa sesak. Dan karena itu pula,
ibu menemuimu sore ini. Ada satu hal yang ingin ibu tanyakan. Sejak kamu
bersamaku di sana, ada beberapa hal yang berubah dari ibu. Ibu lebih sering
marah,sensitif, dan emosian. Untuk yang terakhir itu, ibu bahkan merasakannya
sejak umurmu satu bulan. Ibu juga pusing mengakalinya, sekaligus lelah harus
berjibaku dengan rasa marah walau tidak setiap hari, tapi frekuensinya semakin
sering. Apakah kamu merasakannya? Atau ibu yang mulai jarang berpikir logis dan
terlalu melankolis menjalani hidup? Beruntung bapakmu punya tingkat kesabaran
yang tinggi. Amarahku selalu ia tanggapi dengan diam dan bersabar. Parahnya,
saat ia melakukan itu, hal itu kuanggap sebagai bentuk penyepeleannya terhadap
perasaan ibu. Wah..aneh! seingatku, ibumu ini tidak serumit itu.
Nah,
ini yang ingin ibu bilang, saat hamil kakak maha dulu. Bapak dan ibu hampir
menghabiskan seluruh waktu di rumah. Kebanyakan, kami menyelesaikan sablonan.
Seingatku. Bapak belum sesibuk saat ini, yang mana sebenarnya harus disyukuri. Toh
begitulah bentuk tanggung jawabnya terhadap kita. Dan selalu ibu pelesetkan
kemana-mana. Tapi pikir ibu..seringkali, bapak lupa kalau ibu sedang berbadan
dua dan butuh banyak perhatian. Bukan begitu? Kalau untuk hal itu, kamu setuju
bukan?? Ibu atau kamu yang mulai tidak senang, jika bapak terlalu banyak di
depan laptop dan mengurangi intensitas pembicaraannya dengan kita? Ibu atau
kamukah yang juga tidak senang, jika bapak menghabiskan waktu berlama-lama
dengan hal-hal yang menurut ibu tidak teralu penting hingga larut malam?
Mungkinkah kamu yang sedang melakukan aksi protes itu? ayolah.... mari kita menghadapinya dengan lebih dewasa.
Lho....bagaimana mungkin menuntut seorang anak apalagi janin untuk bersikap
dewasa? Justru itu yang tidak dewasa. Aduuuuh!!!
Ketakjuban
menantikan anak kedua menurut ibu berbeda saat pertama dulu. Banyak hal-hal
yang sudah tidak perlu kami respon dengan panik, karena telah kami tahu pasal
muasalnya. Kami juga tergolong santai menghadapi banyak hal yang tidak lagi
baru. Tap, sekali lagi ibu ingin menegaskan, bahwa segala yang kami lakukan
atau tidak kami lakukan utukmu, adalah upaya kami menjadikanmu “istimewa”
seperti saat menanti kakak maha dulu.
Cukup
untuk sore ini, tumbuhlah di sana sampai saatnya bertemu nanti. Love you so...
#sabtu
sendu
ibumaha
menariik ceritanya salam kenal yaaa :D
BalasHapus