Kaum Muda dan Cita-Cita Menjadi Indonesia[1]
…lekas
bangun dari tidur berkepanjangan
mengatakan
mimpimu, cuci muka biar terlihat segar
merapikan
wajahmu, masih ada cara menjadi besar,
memudakan tuamu, menjelma dan menjadi Indonesia…
(Efek Rumah
Kaca, Menjadi Indonesia)
Demokratisasi dan transformasi sosial
menyaratkan pentingnya maksimalisasi peran dan partisipasi publik (civic participation). Maksimalisasi
ruang partisipasi publik dalam setiap lini kehidupan bangsa ini juga menjadi
kata kunci penting untuk memastikan bahwa tahapan pembangunan yang sedang susah
payah kita tapaki benar diabdikan untuk kebaikan bersama (common good), tanpa terkecuali. Dalam konteks ini, maka mau tidak
mau posisi kaum muda kembali mendapatkan ruang strategisnya. Hal ini tentu
bukan tanpa alasan apalagi jika mengingat bahwa semua fase transformasi
republik ini tak lekang oleh partisipasi kaum muda.
Membahas partisipasi kaum muda dalam proses
transformasi republik ini, maka tentu kita akan membuka lembaran-lembaran
prestasi yang telah ditorehkan oleh kaum muda di republik ini pada berbagai lini
aktivitas. Meski demikian, di tengah gemilau capaian prestasi ini, kita juga
disuguhkan dengan berbagai peristiwa-peristiwa kekerasan yang juga melibatkan
kaum muda terpelajar. Sungguh miris! Nah, berkaca dari kondisi pasang surut
ini, maka menurut saya, reproduksi gagasan sekaligus komitmen kaum muda berkaitan
dengan proses transformasi di republik ini menjadi penting untuk dipikirkan
ulang dan kembali dikerjakan secara bersama-sama.
Tidak bermaksud untuk terlalu memistifikasi
peringatan Hari Sumpah Pemuda yang sebentar lagi akan diperingati bersama-sama,
namun momentum ini paling tidak dapat dijadikan sebagai ruang untuk (kembali)
duduk bersama dan mendiskusikan mengenai posisi dan peran kaum muda dalam
proses transformasi republik ini. Bagi saya, Hari Sumpah Pemuda terlepas dari
berbagai mitos yang melingkupinya, merupakan bagian penting dalam rentang
sejarah panjang republik ini yang menunjukkan komitmen kaum muda terhadap nilai
kebangsaan, persatuan, keadilan dan tentunya kebersamaan dan egalitarianisme.
Dan komitmen tentang transformasi di republik ini tentu memiliki kaitan yang
sangat erat dengan proses internalisasi nilai-nilai dan gagasan-gagasan besar
ini dalam semua lini.
Namun hari-hari ini, nilai-nilai dan
gagasan-gagasan besar tentang kebaikan bersama yang digagas dan diperjuangkan
oleh kaum muda pada setiap penggalan proses transformasi republik ini
persoalannya seolah semakin usang dan ditinggalkan oleh kaum muda sendiri. Persoalan
kebangsaan dan berbagai hal yang melingkupinya kemudian dianggap menjadi
pembahasan nomor sekian jika tak ingin dikatakan tak penting. Hedonisme, individualisme
serta pragmatisme yang merupakan anak kandung dari sistem kapitalisme menjadi
sebab paling nyata yang kemudian memaksa gagasan-gagasan besar ini tergolek tak
berdaya di sudut paling gelap generasi muda abad revolusi informasi dan
teknologi ini. Dan jika pun ada seberkas sinar di sudut sempit, gagasan-gagasan
besar ini seolah hanya milik segmentasi kaum muda tertentu yang dekat dengan
aktivitas intelektual dan aktivisme.
Bagi
saya, minimnya reproduksi gagasan-gagasan besar diatas menjadi salah satu
faktor determinan yang menjadi penyebab hingga hingar bingar aktivitas dan
kreasi kaum muda seolah tercerabut dan menjadi bagian terpisah dari skenario
besar proses transformasi republik ini. Peran kaum muda kemudian seolah
kehilangan posisi strategisnya. Akibatnya, berbagai masalah sosial yang
tersuguh di depan mata hampir setiap saat, bahkan seringkali justru begitu
dekat dan terjadi di sekitar kita, gagal ditangkap menjadi sebuah realitas yang
perlu disuarakan dan dicarikan solusinya secara bersama-sama.
Poinnya
bahwa proses transformasi berkaitan dengan berbagai persoalan yang begitu
beragam seharusnya menjadi gagasan yang perlu dipikirkan oleh semua segmentasi
kaum muda. Tanpa terkecuali! Dan hal ini tentu menjadi tantangan bersama-sama,
bagaimana agar gagasan-gagasan besar ini bisa menjadi “sajian empuk” yang bisa
dikonsumsi oleh semua segmentasi kaum muda.
Di
awal tulisan untuk bahan diskusi kita ini, saya mengutip penggalan lirik lagu
Menjadi Indonesia milik band Efek Rumah Kaca. Lagu ini sangat sarat dengan
semangat nasionalisme dan optimisme yang dikemas meski tak menggebu-gebu
seperti sedianya lagu-lagu “nasionalis” lainnya namun tak kehilangan substansi.
ERK dan lagu Menjadi Indonesia ini sangat menarik untuk ditilik lebih jauh
karena sarat dengan pelajaran penting. Pertama, ERK menjadi simbol generasi
“hari ini” yang berhasil membahasakan gagasan-gagasan besar dengan sangat
berselera dan dapat dicicipi oleh semua segmentasi anak muda, tanpa terkecuali.
Di tengah hiruk pikuk “musik pagi” yang begitu melenakan namun hampir tak
berisi, ERK dianggap sebagai ‘Sang Penyelamat” musik Indonesia, yang dengan
sederhana membawa gagasan-gagasan besar kedalam lirik-lirik lagu mereka dengan
cara yang tak menggurui dan begitu enak untuk dinikmati. Selanjutnya, dalam
lagunya Menjadi Indonesia, ERK dengan lugas mengedukasi dan sekaligus
mengingatkan kita bahwa begitu banyak cara untuk Menjadi Indonesia. Bagi
mereka, proses transformasi republik ini bisa dikerjakan dengan metode yang
berbeda-beda dan siapa pun bisa mengambil bagian di dalamnya.
Selanjutnya,
dengan begitu bervariasinya metode yang dapat digunakan dalam proses
tranformasi ini, maka pelajaran pentingnya bahwa siapa pun mesti mulai belajar
untuk mengapresiasi terhadap metode yang dipilih dalam proses transformasi yang
diusung oleh siapa pun. Kebiasaan satu kelompok yang selalu dengan mudah
menganggap bahwa metode yang mereka pilih adalah yang paling benar, harus
berani kita ubah dan mulai membiasakan diri untuk terbuka dengan metode-metode
baru. Dan terakhir, siapa pun harus membuka diri untuk duduk bersama dan
terbiasa mendiskusikan gagasan-gagasan yang berbeda dan tak pernah berhenti
untuk belajar karena gagasan-gagasan besar tersebut bisa hadir dari mana saja
dan metode transformasi juga terbentang begitu luas yang bisa hadir dimana dan
kapan saja.
Mulailah (Kembali) Belajar Menjadi Indonesia!
Terima Kasih.
[1]
Bahan diskusi dalam Dialog Road to Global Youth Forum di Universitas Hasanuddin
Makassar (15 Oktober 2012) atas
kerjasama UNFPA, BKKBN dan Himahi Fisip Unhas.
pak... aQ pernah dengar Anda mengatakan kepada teman-teman mahasiswa pada saat pemberian tugas tentang menulis dgn topik "Membumikan Pancasila" nantinya akan dikumpul dan dipilih mana yg terbaik terus bapak akan memasukkannya kedalam blog bapak.. sampai sekarang saya masih mengingatnya dan setelah saya cek di blog bapak ini.. tapi kok blum ada muncul-muncul postingnya. :(
BalasHapusby Azwar Suaib, UIN Alauddin Makassar. Jurusan Sosiologi Agama. TQ mohon direspon.. :)