..are you jealous, son??...


Sama sekali tidak menyangka, kalau maha akan menampakkan geliat cemburunya dalam waktu yang terlampau dini. Usia kandunganku bahkan belum menapaki akhir trimester pertama. Segalanya tiba-tiba menjadi sulit untukku.
Antisipasi yang kulakukan pada maha sejak mengetahui kalau dia bakalan punya adik, ternyata tidak mampu menahan rasa cemburu yang rasakan. Pikirku, kehadiran Aira yang tumbuh besar bersamanya akan membantunya untuk tidak merasa mulai ternegasikan akan seorang ade’ lainnya. Tapi, beberapa hari ini, sepertinya aku, kami salah. Aira memang selama ini mengajarinya secara tidak langsung untuk berbagi dan belajar menjadi kakak. Tapi, yang ia tahu, ia tumbuh besar bersama Aira, jaraknya hanya 11 bulan dan saat itu maha sama sekali belum tahu rasanya cemburu. Nah,mari mencoba menilik masalah ini dari akarnya. Aku.
Sebagai ibu yang setiap waktu ada di sampingnya, yang menghabiskan seluruh hidup untuknya, pikirku maha kehilanganku beberapa minggu terakhir ini. maha kehilangan ibunya yang serba bisa dijadikan siapa saja untuk menjalani harinya bersama. Dan aku menyadari itu. Dan apa boleh buat, aku tidak mampu mencegah segala rasa tidak nyaman yang lahir dari dalam tubuhku, mengacaukan nafsu makanku, memberiku hanya rasa mual sepanjang pagi dan malamku. Segala efek kehadiran bayi di rahimku kali ini, begitu besar hingga kak Heri sering geli sendiri melihatku yang saban hari mengerutkan kening. Sepanjang hari, aku merasa lapar, tapi tidak bisa makan. Jika memaksakan diri mengunyah, seolah isi perutku akan keluar. Rasa pusing menemaniku jika aku tidak berbaring. Aku merasa terganggu dengan beberapa aroma-aroma masakan dan parfum yang menusuk hidungku. Jujur aku betul-betul tidak nyaman dengan semua ini. Aku tidak bisa beraktivitas, sejam duduk didepan komputer saja, mengharuskanku rebahan setelahnya berjam-jam. Tepatnya, aku hanya nyaman jika sedang berbaring dan tidak melakukan apa-apa. Segala rasa itu, akan hilang jika aku tertidur. Jika coba melawan semua itu, aku tetap akan berakhir di tempat tidur bahkan untuk jangka waktu yang lebih lama. Aku memilih untuk menikmatinya.
Dan pilihanku, tidak begitu baik untuk hari-hari maha. Waktuku untuknya mulai berkurang, aku memilih berbaring jika ia sedang bermain, tidak seperti dulu, aku pasti akan menemaninya melakoni tokoh-tokoh imajinasinya. Jika ia sedang menulis atau menggambar, aku hanya bisa melihatnya dan tidak bisa memenuhi pintanya untuk menggambarkan segala bentuk yang ia mau (walaupun gambarku tidak pernah betul-betul tepat), aku tidak lagi sempat membacakan buku untuknya, bercerita sebelum ia tidur di malam hari karena dipastikan aku lebih dahulu terlelap dibandingnya. Ia menyaksikanku tidak nyaman dengan rasa mual setiap hari, bahkan untuk tersenyum pun terasa sulit.
Mulailah, sama seperti jika ia merasa aku terlalu sibuk bekerja, ia akan menghadiahiku kemarahan-kemarahan. Kemarahan yang sering karena hal-hal sepele. Segala hal kecil, seperti susunya yang kurang banyak yang harusnya bisa ia minta saja, tontonan tivi yang dia inginkan tapi tidak ada, bedongnya yang basah, rambutnya yang kurang jambul,sendalnya yang kotor, atau segala remeh temeh yang pada dasarnya bukan kesalahankupun, ia tumpah ruahkan padaku. Ia menangis, marah sepanjang hari, bahkan dalam sehari ia bisa marah hingga 4 sampai 5 kali. Dan tidak seperti yang ia harapkan, saat ia marah, aku yang biasanya punya power membujuknya berkali-kali, memilih diam dan pergi saat bujukan kedua kaliku tidak berhasil. Apalagi, kondisiku yang tidak stabil, berpengaruh pada emosiku juga.  Aku lebih cepat marah dan lelah.
Akhirnya, kejadian drama marah-marah ini berulang setiap hari. Dan aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku betul-betul tidak berdaya mengatasi reaksi kehamilanku kali ini. dan kemarahan maha pun berujung sakit. Setelah dua hari yang lalu mengalirkan tenaga dan emosinya padaku, malam hari ia tiba-tiba demam tinggi, muntah, dan semua badannya bergetar. Saat itu, segala rasa sakit dan tidak nyaman di dalam tubuhku betul-betul kulawan demi menenamani maha melewati malam tanpa bisa terpejam. Sepanjang malam itu, aku berpikir semua ini. maha bukan hanya kehilanganku yang semakin hari semakin terlihat lemah, dan tidak bisa selalu ada untuknya, tapi ia juga mulai merasa cemburu.
Hingga pagi ini, maha masih demam. Sambil menemaninya bermain, sebelum tenagaku terkuras, aku mencoba menulis ini. “Hei jagoan…bersabarlah sedikit, 4 minggu lagi, memasuki trimester kedua, semua ini mungkin akan berakhir.”  

Ibu nhytha
11 October 2012
#hmmm..bisamenulis                     

Komentar

Postingan Populer