Fami Yang Datang Dari Luar Angkasa
![]() |
Foto: Koleksi Pribadi |
Bagi saya, selalu ada nilai lebih bagi sebuah karya musik yang
memiliki kekayaan cerita dan gagasan dibaliknya, baik yang dihaturkan secara
nyata maupun tersirat. Dan tentu karya tersebut akan menjadi semakin istimewa
jika si musisi mampu mengartikulasikan cerita dan gagasan tersebut secara fasih
dan kemudian mengagitasi kengintahuan siapa saja untuk menuliskan atau
menceritakan (lagi) karya tersebut secara antusias.Pendapat saya ini akan
sangat bermasalah mengingat setiap pendengar musik memiliki caranya sendiri
untuk menilai sebuah karya. Tapi cerita lah yang selalu membuat saya
benar-benar “jatuh cinta” pada sebuah karya musik dan cerita pula lah yang
membuat saya beberapa kali memberanikan diri untuk menulis soal musik.
Danjikamenyebut beberapa
musisi khususnya yang tumbuh besar di skena musik Makassar, maka tak sah jika
tak menyebut Fami Redwan sebagai salah satu diantara mereka. Bahkan saya harus
jujur telah menempatkannya pada peringkat-peringkat atas -meski ia pasti emoh dengan levelisasi seperti ini- musisi
yang memenuhi kriteria yang saya sepakati sendiri diatas dan sekaligus membuat
saya sejak lama “keranjingan” untuk mencari tahu cerita dan gagasan dibalik
karya-karya musiknya.
Mungkin tak akan banyak yang
mengenal Fami_ atau Fami Redwan jika ia tak disandingkan dengan
embel-embel band punk asli Makassar yang lahir dimasa MTV masih menjadi
referensi tontonan musik yahud bagi anak muda di republik ini, The Hotdogs. Skena
musik terkhusus punk rock kota ini–suka atau tidak suka- terlanjur menasbihkan
Fami sebagai salah satu ikon.Bisa jadi karena penasbihan itu yang membuat para enthusiast Fami (dan The Hotdogs) terus dan
tetap bejibun mendatangi gigs yang
menampilkan band ini dan tak pernah letih apalagi bosan menjalankan serupa
ritual wajib vis a visdengan sang
vokalis di bibir panggung. Karena ritual wajib itu, menurut Fami, banyak
teman-teman dekat The Hotdogs sering berujar bahwa sebenarnya band ini bisa
juga tampil bening, soundnya bersih,
mainnya bagus tidak berantakan asal microphone
tidak direbut-rebut, tidak ditabrak-tabrak orang-orangnya, atau tidak
dinjak-injak pedal efek gitarnya. Artinya kalau mau main “bagus” berarti harus
ada jarak, lanjut Fami. Padahal kedekatan tanpa jarak dan barikade lah yang
menjadi etos The Hotdogs.
Bagi musisi yang memilih –apalagi secara sadar- punk sebagai titik
berpijak dalam berkarya tentu tak pernah bercita-cita menjadi rock star dengan gemilau tepukan.
Seperti itu pula yang dirasakan Fami. Ia telah mati emoh dikenang sebagai biduan punk rock.Tapi itu bukan sinyal
penyesalan apalagi “tutup buku”. Seperti pengakuan Fami, The Hotdogs bersama
semua hari birunya, merupakan salah satu dari sekian banyak hal-hal terbaik
yang pernah dan masih terus terjadi hingga sekarang dalam hidupnya. Dan The
Hotdogs lah pusarannya. Menurut Fami, jadi pada dasarnya, apapun yang dia
lakukan secara musikal dan sendiri, semua adalah apa-apa yang menurutnya memangtidak
bisa dimasukkan ke dalam musik The Hotdogs.
Di tahun 2000-an, Fami mulai tampil dengan
project “sendiri” nya. Diawali dengan merilis album bertajuk The Chloroplast
yang melahirkan nomor legenda seperti Membusuklah Bersamaku. Selanjutnya, Fami
mengusung nama Tragic Soundsystem yang memainkan warna musik dub reggae. Dan yang paling teranyar, Fami
merilis album EPyang bertajuk International Bitter Day dibawah label Elevation
Record dengan mengusung nama Fami Redwan –atau Fami_ sebuah nama yang diberikan
oleh label.
Karena The Hotdogs (baca: punk rock) lah yang menjadi pusaran dari
karya Fami, maka memahami kesenangan Fami dengan mainan teranyarnya pada
dasarnya seperti memahami kesenangannya terhadap punk rock. Menurut Fami,
seperti menyukai punk rock, ia menyukai musik-musik lain yang letaknya di
kutub-kutub. Di titik-titik ekstrim. Seperti New Age, Swing tahun 1940-an dan
juga Atari Teenage Riot. Dan belakangan ini ia lagi senang mendengar keroncong
yang oldschool.
Diakui Fami bahwa pola serupa juga terjadi pada beberapa sahabat
yang punya band punk rock dan kemudian memiliki project musik lain. Keluar dari
pakem musik punk rock, mereka lalu memilih pakem musik yang sama “seram”nya
dengan musik punk rock. Namun cara masuknya ke telinga manusia berbeda. Makanya
syahdu dan seram itu terkadang sama rasanya, lanjut Fami.
Selain menyuguhkan kesyahduan yang “seram”, Fami menyuguhkan
banyak simbol dalam karya-karyanya. Karenanya, bagi saya salah satu tips untuk
menikmati dan memahami karya-karya Fami seutuhnya adalah dengan (berusaha)
memahami setiap simbol yang tersuguh. Simbol-simbol itu bisa berupa visual artwork atau pilihan bebunyian yang
digunakan dalam sebuah lagu. Dalam EP International Bitter Day misalnya kita
bisa menemukan banyak simbol Alien dan Luar Angkasa atau bebunyian meditatif
yang dihasilkan dari alat musik Sitar.
Sejak pertama kali mendengar dan memperhatikan keseluruhan album
EP tersebut, saya begitu penasaran dan kemudian menduga-duga bahwa
simbol-simbol tersebut memiliki pertautan yang kuat dengan apa yang (mungkin)
menjadi pandangan Fami tentang hidup dan kehidupan. Dan benar saja. Itu (baca:
alien) bukan sesederhana do i believe or
not about their existence and such, tapi lebih ke ancient alien theory-nya. Apa benar pada awal peradaban bumi ini
sudah ada campur tangan mereka, apa benar mereka punya andil dalam asal muasal
musik, politik, agama, perang-perang, dan sebagainya, dan apakah kalau saya
punya Surat Mengundurkan Diri Dari Umat Manusia, saya boleh ikut dengan mereka
saja? ujar Fami mengenai simbol alien dalam berbagai perwujudan di EPInternational
Bitter Day.
Selain bermain simbol, karya-karya Fami juga bernuansa rekreatif. Dengan
mengulik (kembali) banyak lagu yang menjadi hits di era 90-an atau memiliki
kenangan tersendiri bagi Fami menjadi nomor yang indah, iamengajak kita bertamasya
dengan mesin waktu mundur jauh ke era dimana Sarah Sechan dan para VJ MTV
lainnya masih begitu fasih berpropaganda MTV Gue Banget.
Dan untuk urusan nostalgia ke era 90-an ini, Fami tak memungkiri
bahwa sebenarnya ia hendak mengajak siapa saja untuk bernapaktilas ke
cerita-cerita dan berbagai pengalaman ketika ia masih menyandang status ABG di
era 1900-an.Di zaman ketika kita boleh mengklaim punya selera sendiri, tapi
tidak bisa menolak selera orang lain. Selera orang kebanyakan. Nongkrong di kantin kampus, naik
pete-pete rumah-sekolah-rumah. Ketika zaman masih beda, cara mendengarkan musik
belum se-personal sekarang. Masa ketika saban hari Fami bersama teman-temannya
begitu niat duduk di parkiran Gedung Manunggal (sekarang Gedung Jenderal Yusuf)
hanya untuk menunggui siapa saja anak punk yang barusan keluar dari gedung
menonton konser Sheila On 7 dan menertawai mereka habis-habisan. Padahal secara
samar Fami juga menikmati saat “Dan” dibawakan dengan manis oleh Sheila on 7
dari dalam gedung.
Karena cerita-cerita “manis” itulah yang membuat Fami juga sering mendengar
Ice-Ice Baby, Blame It On The Rain, Black Or White, Shoulder To Cry On, bahkan beberapa
dari karya mereka terbeli danmenjadi koleksi Fami.Bahkan hingga kini ia masih
terus mendengar "Any Dream Will Do" versi Jason Donovan.
Saya selalu membayangkan bagaimana Fami menyiapkan paket tamasya
bersama ketika memilih dan memilah lagu-lagu “memorial” yang akan digubah
menjadi komposisi baru sambil tersenyum-senyum sendiri. Pasti sangat
membahagiakan.
…………………..
Saya selalu percaya bahwa manusia punya banyak sisi dalam dirinya.
Karenanya, ajakan untuk hijrah menuju yang ideal seharusnya tak monoton. Dan
Fami saya kira membuktikan itu melalui karya-karyanya.
Bersama The Hotdogs, Fami menggunakan punk rock untuk sarana
sumpah serapah, musik-musik lain yang dimainkan seperti hendak berujar "sudahlah,
persetan dengan dunia, ayo packing and
take the fuck off out from this blue but bloody planet.Lewat The Hotdogs, Fami
(dan kawan-kawannya) tidak butuh audiense untuk berefleksi, interospeksi, atau
melakukan sesuatu yang sifatnya memanipulasi mental. Lagu-lagu mereka sudah
jelas formatnya. Menampar telingamu dan berharap kalian marah pada sesuatu yang
menurut mereka lebih layak untuk dimarahi dibanding apa yang jonru
sebar-sebarkan.
Namun bersama Tragic Sound System, Famitake off via frekuensi-frekuensi suara dan nada-nada yang janggal.
Lewat proyek solo Fami Redwan (Fami_), iatake
off via channel-channel yang lebih meditatif atau transenden. Karenanya tak
salah jika ada yang beranggapan bahwa (karya-karya) Fami semakin kesini semakin
reflektif. Dan bagi saya, itu adalah kabar baik.
Waspadalah dengan karya-karya Fami berikutnya, karena ia datang
dari luar angkasa.
Sekian.
Komentar
Posting Komentar