Berkunjung ke Toko Buku Akik dan Kopi Klotok
Jadi Rabu (3 Sepetember) kemarin, Asri ngontak saya via WA. Dia ngajak ngopi. Btw ajakan ngopi ini sepertinya universal mi dipake untuk ngajak nongkrong deh meski yang diajak nongkrong belum tentu ngopi. Tapi kenapa nda pake terminology yang lebih umum seperti ayo minum deh. Tapi bahaya sih kalo pake terminology itu, maksudnya bisa kemana-mana hehe. Anyway, saya tentu menyambut ajakan Asri apalagi beberapa hari di depan laptop terus. Keluarnya paling jauh ke Lapangan Klidon. Asri mengusulkan untuk nongkrong di Toko Buku Akik. Katanya karena cukup dekat dengan tempat saya. Asri lalu menawarkan diri untuk menjemput saya dengan motornya. Setelah ngecek di aplikasi Gojek kalau ongkos ke Toko Buku Akik hanya delapan ribu rupiah, saya memutuskan untuk naik gojek saja dan meminta Asri untuk langsung kesana saja menunggu saya. Beberapa saat kemudian, Asri memberi kabar kalau saya akan dijemput. Ia akan bersama Sakti, mahasiswa Sospol Unhas 2005. Ia sedang menemani istrinya yang sedang mengikuti sebuah symposium di Jogja hingga Jumat kemarin. Dan selama kegiatan, istrinya diberi fasilitas rental mobil plus sopirnya. Nah, Asri dan Sakti akan menjemput saya menggunakan mobil tersebut.
Keesokan harinya, setelah zuhur, mereka tiba depan rumah bersama mobil putih tiga kelas untuk menjemput saya. Dengan bermodal petunjuk dari google map, kami menuju Toko Buku Akik. Dalam beberapa saat, meski sempat mutar sedikit, akhirnya kami tiba di Toko Buku Akik. Sebenarnya ini bukan kali pertama saya kesini. Suatu waktu entah di tahun berapa, pokoknya saat itu Buku Akik baru saja menempati bangunan dua lantai yang jadi toko buku sekaligus jadi tempat tinggal Tomi Wibisono, pendiri toko buku ini. Soal ini, saya tau karena Tomi menceritakannya ke saya saat kami berjumpa beberapa buan lalu di MIWF. Saat itu, didepan toko buku belum ada bangunan yang sepertinya adalah kantor atau apa gitu. Dan juga coffee shop sederhana namun fancy seperti sekarang. Masih luang. Niat kami sebenarnya mau nongkrong di coffee shop, tapi godaan masuk ke toko buku tak bisa dibendung. Kami memutuskan untuk melihat-lihat dulu sebentar ke perpustakaan dan toko buku didalam. Di depan pintu, banyak sepatu dan sendal. Artinya didalam cukup banyak pengunjung. Tapi memang di tempat parkir ada beberapa mobil termasuk atu mobil HiAce yang sepertinya adalah mobil travel wisata. Toko buku ini memang jadi salah satu tujuan wisata literasi di Jogja, selain karena koleksi buku perpusnya cukup banyak dan juga bisa beli buku dan merchandise, seluruh pojok di toko buku ini dari luar apalagi didalam memang sangat instagramable.
Tak lama kami kembali eksplor ruangan yang tak henti membuat saya kagum. Berikutnya area perpustakaan. Saya langsung focus ke koleksi buku tentang musik. Dan mata saya tertuju ke judul buku yang sama dengan si bungsu yang sangat saya rindukan. Rekah. Buku ini soal jejak subkultur indie di Indonesia sejak 1994 hingga 2003. Setelah baca-baca sedikit, saya dan Asri memutuskan untuk keluar. Kami memutuskan untuk cari tempat makan siang dan nongkrong lanin karena nampaknya di coffee shop Buku Akik tidak tersedia makanan berat.
Setelah makan, Asri memesan pisang goreng dan kopi untuk Sakti dan bapak sopir. Saya minta dipesankan es teh manis dengan gula sedikit saja tentunya. Setelah cukup lama, baru ini minum es teh lagi. Hingga menjelang asar kami duduk dan bercerita banyak hal. Temanya tentu seputar masa lalu di Fisip Unhas. Ada beberapa yang saya nyambung, beberapa juga tidak. Setelah asar, kami pindah ke area bangunan utama kopi klotok. Jadi di seberang tempat ambil makanan tadi, ada bangunan rumah cukup mewah yang area luarnya juga bisa jadi tempat nongkrong menikmati sajian yang bisa diambil sendiri atau minta diantarkan. Kami lanjut cerita banyak hal. Tapi yang paling membuat saya dan Asri terperangah saat Sakti cerita tentang perjuangannya mendapatkan istrinya. Tapi di lain waktu lah diceritakan. Hehe. Menjelang magrib, kami memutuskan untuk balik. Saya lalu diantar ke rumah melalui jalur depan gang menuju Toko Buku Akik tadi. Wah memang dekat ternyata. Saat tiba depan pagar rumah dan dan berterima kasih ke mereka karena sudah diajak melupakan sejenak urusan problematisasi riset, bayangan saya lalu kembali ke tumpukan bacaan yang membuat saya menghela nafas panjang. Semangat, Bob!
Komentar
Posting Komentar