Maha dan Empat Hal Yang Tak Saya Lakukan Di Waktu Kecil

Menurutku, sekolah di negeri kita ini adalah ruang yang sering sekali memproduksi kepiluan-kepiluan. Macam-macam sebabnya, mulai dari urusan yang berhubungan dengan biaya sekolah, esensi dan metode pembelajaran hingga drama penerimaan raport di akhir semester. Dan saya semakin menyadari itu ketika maha akhirnya kami titipkan ke institusi yang bernama sekolah untuk mendapatkan asupan pendidikan dan membuka ruang sosial baru baginya.

Salah satu moment pilu dan sentimental dalam hidup maha yang kemarin genap 8 tahun adalah ketika ia harus menerima kenyataan bahwa peringkatnyanya di kelas saat naik ke kelas dua turun dari peringkat dua di semester sebelumnya menjadi peringkat empat. Meski maha tetap memberikan senyum khasnya saat namanya dipanggil kedepan kelas setelah nama peringkat kelima disebut, tapi saya yang melihatnya dari jendela kelas hafal benar kalau sebentar lagi kepiluan itu akan menghambur menjadi air mata.

Dan sesaat sampai di rumah apa yang saya khawatirkan benar-benar terjadi. Maha mulai menghakimi diri sendiri atas capaian yang menurutnya adalah kegagalan dan berkali-kali menyalahkan kami yang seringkali menyarankan ia untuk bersantai saja saat belajar dan tak perlu memaksakan diri. Dan tentu sambil berurai air mata. Melihat maha, tiba-tiba mengantar saya kembali kepada kepiluan serupa saat tak menemukan nama sendiri di koran pengumuman UMPTN di tahun 1999.

Sebenarnya, produksi kepiluan di sekolah seperti yang dirasakan oleh maha semakin diperparah oleh tolak ukur keberhasilan kita yang seringkali masih tunggal. Kenapa maha menangis saat mendapat peringkat empat? Menurutku, yang paling ia tangisi adalah ketidaksiapannya menerima komentar dari khalayak. Baik yang seolah-olah bijak namun menohok maupun mereka yang suka sekali membanding-bandingkan dengan niat untuk memotivasi tapi tak sadar justru sedang “meninju ulu hati.”


Lah kok jadi serius? Hahaha.

Seminggu lebih sebelum maha berulang tahun yang kedelapan, maha menerima raport untuk semester pertama di kelas dua. Maha tetap di peringkat empat. Nilai bahasa daerah yang rendah di smester sebelumnya dan ditengarai menjadi sebab turunnya peringkat maha kini menjadi lebih baik. Tapi nilai mata pelajaran pendidikan jasmani a.k.a penjas justru yang turun. Tapi diluar penilaian-penilaian yang dihasilkan sekolah, menurut saya tahun 2016 adalah masa-masa produktif maha. Dan postingan ini coba merangkum beberapa hal yang dilakukan maha di tahun 2016 dan tak saya lakukan di masa saya kecil dulu.

1.    Ilustrator di Buku Imagine John karya Dhihram Tenrisau

Di awal tahun 2016, Kedai Buku Jenny menerbitkan buku berisi kumpulan artikel dan opini karya Pak Dokter Gigi muda cum musisi andalan kami, Dihihram Tenrisau alias Thesa. Artikel dan opini Thesa yang dikumpul menjadi buku yang bertajuk Imagine John ini diambil dari berbagai media dan blog pribadinya. Buku ini terdiri dari empat tema besar mulai dari persoalan bangsa dan agama, mahasiswa kesehatan dan tentu tentang musik.

Untuk masing-masing tema, Thesa memberikan kepercayaan kepada maha untuk dibuatkan ilustrasi. Dan saat diminta, maha langsung mengiyakan. Untuk mempermudah maha berimajinasi dan menghasilkan karya ilustrasinya, saya membantu memberikan clue untuk masing-masing tema yang kemudian diterjemahkan sendiri oleh maha menjadi karya rupa.





2.    Mahatma Ali El Gaza x FSTVLST

Di penghujung September 2016, Farid Stevy frontman band FSTVLST menghubungi saya untuk mengajak maha berkolaborasi dalam produksi seri merch band asal Jogja itu. Niat ini sebenarnya sudah pernah dilontarkan Farid saat mengunjungi Kedai Buku Jenny di 2015 sebelum manggung di Rock In Celebes. 

Untuk seri merch ini, FSTVLST memang mengajak beberapa anak dari teman dan kerabat yang dekat dengan si band. Selain maha, ada Darrel –anak dari mas Robby gitaris FSTVLST- dan Symphony –anak dari Mbak Dinda manajer FSTVLST. Dan sepertinya maha yang paling akhir diajak ikut serta berkolaborasi.

Saat maha saya beritahu soal ajakan FSTVLST untuk berkolaborasi, langsung maha iyakan dan dalam waktu semalam ia menghasilkan tiga gambar yang langsung saya kirimkan ke Farid via WA. Kali ini maha tidak saya intervensi. Sejak kecil maha sudah akrab dengan semua visual dan karya-karya milik Jenny hingga kemudian FSTVLST. Perform si band juga sudah sering ia saksikan dan bahkan maha ikut serta menonton secara live saat FSTVLST manggung di Rock in Celebes 2015. Maha juga sudah lama menghafal nama dan perawakan para personil FSTVLST. Kecuali mas moved, si pembetot bass, yang maha sering lupa ingat namanya.

Tiga gambar yang dikirim ke Farid tipikalnya berbeda. Gambar pertama memvisualkan keriuhan panggung dan kebiasaan Farid ber-crowd surfing saat manggung dan gambar kedua serta ketiga adalah visualisasi para personil FSTVLST a la interpretasi maha.

Farid lalu memilih gambar kedua yang merupakan visualisasi wajah personil FSTVLST. Menurutnya, gambar itu tempting banget dibikin kaos. Dan di awal Desember, saat kami berkunjung ke Jogja, maha akhirnya bisa melihat sendiri merch FTSVLST dengan desain yang ia buat sendiri. Di Desember juga seri merch ini mulai dipublish dan diperjualbelikan.

Dan atas yang dilakukan maha untuk band yang menjadi inpirasi bagi hidup saya pasca Jogja ini, benar-benar membuatku harus menundukkan kepala sebagai bentuk kekagumanku pada jagoan kecilku ini. Salute!





3.    Naik Sabuk Taekwondo

Saat naik ke kelas dua, maha minta supaya diikutkan latihan bela diri. Dan kami bersepakat untuk mengikutkannya latihan Taekwondo di PKM Unhas. Harapannya dengan mengikuti latihan taekwondo, tubuh maha bisa lebih sehat dan dapat tempat bergaul baru. Maklum maha agak sedikit tertutup dan agak pemalu jika berada di kerumunan.

Dalam seminggu maha latihan tiga kali, Senin, Rabu dan Sabtu. Awalnya semuanya berjalan lancar dan kami optimis maha akan bertahan dengan aktivitas barunya ini. Namun di tengah jalan beragam masalah muncul dan maha mulai ogah-ogahan latihan serta menunjukkan banyak perangai yang lalu membuat kami pesimis maha akan lanjut apalagi sampai ikut Pelatnas. Hahahaha

Syukurnya maha masih mau bertahan sampai ujian naik sabuk. Dari sabuk putih ke sabuk kuning. Ujian tersebut dihelat kalau tak salah ingat di bulan Oktober. Bertempat di SMK 4 yang dulu dikenal dengan nama STM Pembangunan. Di tengah beragam keraguan yang selalu hinggap di kepala kami, dan dengan segala dan upaya akhirnya maha berhasil naik sabuk. Momentum tersebut juga sekaligus menjadi cerita indah terakhir maha di Taekwondo karena setelah ujian tersebut maha memutuskan untuk berhenti latihan Taekwondo.





4.    Maha dan Wesabbe Zine

Tahun kemarin, tiga perpustakaan yang ada di Blok C Kompleks Wesabbe yakni Katakerja, Kedai Buku Jenny dan Kafe Dialektika bersepakat untuk membuat terbitan berkala berbentuk zine yang akan memuat segala macam cerita tentang Wesabbe. Terbitan ini juga diharapkan dapat menjadi medium untuk dapat bersosialisasi lebih jauh dengan warga kompleks dan mendokumentasikan setiap kepingan cerita yang menjadi denyut nadi kehidupan kompleks yang punya banyak cerita ini.

Karena kesibukan masing-masing komunitas sehingga dari masa pengumpulan tulisan hingga proses layout memakan waktu cukup lama. Dan yang tak kalah mengambil waktu karena edisi pertama yang baru akan dirilis minggu depan ini menggunakan gambar maha untuk cover. Dan untuk itu, kali ini maha mesti ditagih cukup lama.

Karena yang berurusan untuk penerbitan zine ini dari Kedai Buku Jenny adalah ibunya maha jadi saya tak tahu persis kapan akhirnya maha mengumpulkan materi gambarnya yang akan dijadikan cover zine. Dan saya juga tak pernah melihat sendiri bagaimana hasil dari gambar tersebut. Yang jelas kalau tak salah gambarnya bertema persahabatan maha dan teman-temannya di kompleks Wesabbe. Saya sih bangga saja maha bisa menjadi desainer cover zine pertama yang menceritakan Wesabbe dan tentu akan menjadi bagian dari sejarah perjalanan kompleks yang punya banyak cerita bagi saya pribadi.


Seperti lazimnya semua orang tua, saya dan Ibunya maha tentu selalu merasa bahagia saat maha bisa melakukan hal-hal yang membuatnya tersenyum dan merasa bahagia. Saat maha bisa membuktikan bahwa ia bisa melakukan hal-hal yang tak pernah terpikir sebelumnya. Pembuktian ini tidak untuk siapa-siapa tentunya. Sebaliknya untuk dirinya sendiri. Bahwa semua hal mesti dicapai dengan upaya untuk memenuhi syarat keberhasilan.

Dan semoga, jalan yang sudah tertempuh ini kelak menjadi rangkaian dari cerita-cerita bahagia masa kecil yang akan selalu dikenang dan membuat kita semua bisa tersenyum bahagia saat mengingatnya kembali.

Tetaplah Berbahagia Jagoan Kecilku.

Bapakmahasuar, 
Wesabbe, 5 Januari 2016

Komentar

Postingan Populer