mendidik manusia
Kemarin di Bone, sepulang
sekolah tanpa sengaja maha berceloteh “ternyata sakit itu pade kalo
dipukul ibu guru” sambil tertawa cengengesan. Saya yang mendengarnya dari dapur lonjak kaget. Maha dipukul? Pikirku heran dan langsung reaksioner
“oooo..maha dipukul yah sama
bundanya?” tanyaku dari dapur. Ia sambil berlari menjawab
“iya…” aku berjalan ke
arahnya, penasaran. Sebenarnya agak panic juga di pikirku, pasalnya sampai seumur
ini, saya ibunya sendiri belum berani memukulnya. Tindakan paling kerasku,
adalah memarahinya dengan nada tinggi dan itu sudah cukup membuatnya diam dan
menangis.
“kenapa?” tanyaku. Maha sambil
senyamsenyum menolak bercerita dan terus menghindariku. Aku mengejarnya dan
tidak berhenti bertanya
“anu..karena maha lari-lari
terus naik di meja, Kholis sama Raihan juga dipukul, begininya” sembari
menyentuh punggungya. Aku tersenyum. Kuberitahu padanya, mungkin bundanya marah
karena maha sudah ditegur berkali-kali tapi tidak mendengar walau menurutku
memukul bukan jalan keluarnya. Maha mengangguk-angguk entah dia paham atau
sedang membangun asumsi lain, tidak kutanya lagi.
Ini pengalaman pertamaku,
mendengar maha dipukul dan aku malah membela gurunya. Karena sedang tidak ada
disitu, saya tentu tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Maha juga tidak
bisa membicarakan detilnya. Karena beberapa kali menjelaskan ceritanya selalu
berbeda. Ahhh…pasti terasuk sama dunia khayal.
Perkara pukul memukul, Saya tumbuh
dan besar dengan 80% di bawah control ibu. Bapak yang saat itu masih sehat,
tidak berehenti bekerja dan otomasti segala tentang kami dirusi ibu. Ibu
mendidik dengan member contoh, jarang berceloteh apalagi bercerewet, jika
kesalahanmu fatal maka ketegasan maksimalnya adalah mendaratakan cubitan
pelintir di pahamu, yang sakitnya minta ampun, di bugis kami menyebutnya “makkapese”
atau jika kesalahanmu berhubungan dengan ulah tanganmu maka ia akan “mappacu”,
seolah akan metahkan jari-jari tanganmu. Entahlah,walau tidak diberi tahu
secara verbal, kami belajar sopan santun, bicar yang baik dari rumah. Kami belajar
menghargai orang dari apa yang sering dilakukan ibupada orang lain,kami belajar
saling berbagi karena itu yang diperlihatkan ibu pada kami untuk orang lain. Ibu
membekali kami cukup bahkan lebih untuk kehidupan kami di luar selanjutnya. Selebihnya,
segala yang membentuk diri kami adalah apa yang kami lihat dan dapatkan di luar
rumah.
Saya percaya bahwa pendidikan
yang baik adalah kunci utama dalam belenggu masalah yang sedang kita hadapi di
sekitar kita. Percaya 100% bahwa rumah adalah peletakan batu pertama dasar
pendidikan hidup anak-anak kita. Dan meyakini bahwa saya sebagai ibu dan
ibu-ibu yang lain punya peran penting dalam hal ini. Jika banyak ibu yang
memilih bekerja di luar dan sekaligus menjadi ibu rumah tangga, artinya toh
mereka siap bekerja lebih keras untuk pekerjaannya dan tentunya untuk anak-anak
dan keluarganya, artinya lagi saya belum siap untuk itu. Menjadi ibu rumah
tangga yang juga mengkonsentrasikan pikiranku untuk hal lain. Cukuplah waktu
luangku saat menemani mereka, kuisi dengan mengurusi kursusan kecil-kecilan, toko
buku, dan pesanan baju on line yang tiba-tiba kusukai. Selebihnya, aku belum
siap menghabiskan banyak waktuku di luar tanpa melihat mereka tumbuh. _mahasuar_
Berita tentang karutmarutnya
pendidikan formal kita adalah berita using yang mungkin sduah kita maklumi. Tentang
hasilnya yang selalu berakhir dengan kekecewaan karena tertumbuk pada batasan
angka-angka dan terlebih tentang prosesnya yang lebih banyak melupakan substansi
pendidikan. Apalagi berbicara tentang metode, tentang cara yang dipilih system pendidikan
dalam mengurai nilai-nilai penting kehidupan yang akhirnya diserap anak. Pendidikan
modern berbasis agama menjadi jualan mahal dan menjadi bisnis yang
menguntungkan, tumbuh menjamur di kota-kota besar. tapi, mahal bukanlah jaminan
kualitas. Saya pernah bergelut di sekolah supermahal. Sekolah mahal hanya punya
sedikit efek untuk anak-anak yang tidak mendapatkan yang seharusnya dari rumah,
dari orang tuanya. Makanya, sangat tidak bijak memebebani sekolah dengan
hal-hal yang harusnya sudah ia dapatkan di rumah. Apalagi untuk anak-anak jaman
sekarang. Sehingga, menjadi pengajar,
menurutku menjadi profesi yang membutuhkan tingkat kedewasaan dan kesabaran
lebih. Era yang terbuka, tidak lagi mengizinkan guru seenaknya memukul,
menghardik siswanya, poko’nya menggunakan kekerasan dengan alasan apapun. Dan siswa
tahu betul itu. Sedikit dicubit saja, pelanggaran hak asasi namanya. Mereka bahkan
bisa menunjukkan bukti karena ponsel dengan aplikasi kamera yang bagus sudah
mereka kantongi sejak Sekolah Dasar.
Perbincangan ini, pernah kami
bahas bersama kawan-kawan. Walau kami, bersekolah di daerah berbeda, pengalaman
kami hamper sama. Bahwa kekerasan dulu adalah hal lumrah yang dilakukan guru
demi peningkatan potensi anak. Saya bahkan menyaksikan guru matematika SD ku
memukul-mukulkan kepala temanku di papan tulis sembari mulutnya mengeluarkan
hardikan betapa bodohnya dia, betapa tidak berisinya kepalanya, dan segala
keburukannya hanya karena tidak bisa menyelesaikan soal perkalian yang mudah. Aku
bisa jamin, jika sekarang hal itu dilakukan, guruku mungkin akan menghabiskan
masa aktif mengajarnya di bui. Yah..pendididkan kita dulu sebagian mengadopsi
metode militansi, mengijinkan kekerasan fisik dan non fisik dilakukan pada
siswa. Dan parahnya, seolah itu diamini
oleh semua, karena jika kamu melapor telah dipukul pada orang tuamu, maka
minimal kamu akan mendapatkan dua hal buruk dalam sehari tersebut. Maka diam
adalah jalan yang tepat. Tapi, sekarang, anak-anak akan berlari kencang pulang
jika dia mendapatkan perlakuan buruk di sekolah.
Bukan, saya bukan orang yang
setuju bahwa kekerasan adalah metode tepat yang digunakan dalam mendidik. Saya hanya
tidak sepakat, jika orang tua sebelum berkomunikasi dengan guru, bicara dengan
berbagai pihak, tiba-tiba langsung menempuh jalur hukum untuk menuntut guru
bahkan di Bone beberapa kasus orang tua siswa langsung dihajar habis-habisan. Guru
dicerca jika anak mereka tidak meraih prestasi yang baik, lalu guru kemudian dihukum
jika mereka sedikit saja bersikap tegas. Memang ada oknum yang tidak bisa
membedakan antara bersikap tegas atau
bersikap keras.
Teringat tiba-tiba, beberapa
kali komrad sempat mengeluh karena insiden di kelasnya yang menurutnya sudah
diatas kewajaran. Padahal, untuk perkara sopan santun komrad punya standarisasi
jauh di atas kebanyakan. Tepatnya komrad jarang peduli dengan urusan manner. Selama
tidak menyenggol asasinya sebagai manusia. Dan itu terjadi lebih dari sekali. Aneh
menurutku, Tapi, perlu kuakui bahwa typical anak jaman sekarang, jauh lebih terbuka
dan berani. Mereka tahu walau tidak sepenuhnya paham akan apa yang boleh dan
tidak boleh terima, untuk itu penting mengenalkannya sejak dini tentang hal itu
di rumah.
Dan harus kuakui, hal ini agak
susah dilakukan ternyata setelah menjadi ibu. Saya belajar kembali. Belajar bersikap
baik untuk dicontohi anak-anakku. Belajar untuk tidak mengeluarkan kata-kata
kasar walau sedang marah sekaliagar tidak didengar anak-anak, belajar untuk
menekan keegoisan-keegoisan kecil yang mungkin akan dilihat mereka dan
ditirunya. Saya sering ragu bisa
melakukannya dengan baik, tapi saya pastikan untuk berusaha memeprlihatkan
hanya yang baik untuk mereka kelak. Yah, karena hal buruk tidak dapat
dihindari, maka mereka tidak perlu
mendapatkannya dari dalam rumah.
Mendidik itu belajar…kita
sedang mendidik manusia untuk menjadi manusia. Kita pastinya tidaklah sempurna,
namun kita akan berusaha. Jadi untuk ibu bapak guru dan seluruh ornamen dalam system
penndidikan kita. Mari untuk tidak berhenti belajar….untuk semua orang tua,
mari belajar kembali. Mendidik anak-anak kita menjadi manusia….
__Dan perkara pukulan di atas,
bundanya maha adalah ibu guru yang mengajariku waktu TK dulu, sekaligus
sahabatnya ibu(neneknya maha). Dia seperti ibu bagi kami, aku tahu pukulannya pasti tidak sesakit yang dikatakan
maha. Apalagi, maha mulai sering lebay kalau bercerita…! Yaahhh tumbuhlah
sehat, cerdas dan bahagia. Both of u…
12desember2013
ibumahasuar
ketigalelalikikusedanglelap
Komentar
Posting Komentar