Suar Asa Benderang




Kami memutuskan untuk bertemu dia melalui operasi cesar, seperti maha, bedanya kali ini saya dan keluarga tidak harus melalui proses panjang nan menegangkan. Walau tetap juga tekanan darahku naik hingga 120/90 saat malam di rumah sakit. Suasana tegang, tidak nyaman, begitu saja menjalar dalam pikirku sejak Minggu pagi, 5 Mei. Jadwal operasi yang telah ditentukan keesokan paginya, dengan persiapan yang sempurna, umurnya yang sudah cukup, harusnya menurut kalkulasi matematika semuanya akan berjalan lancer. Tapi operasi tetap operasi, membayangkan, mejanya, alatnya, dan segala kemungkinan buruknya, membuatku cukup tegang malam itu. Tapi pagi tetap datang, aku mau tidak mau harus siap dan kuikhlaskan hidupku pada pemiliknya, menyaksikan detik-detik kehadiran sebuah hidup yang akan menggenapi keluarga kecil kami.
Tidak begitu lama, aku mendengar suaranya. Di tengah ruang operasi, sementara dokter masih berjibaku denganku. Aku bersyukur, dia seorang lelaki. Akhirnya, aku dikelilingi tiga lelaki dalam hidupku. Komrad, maha, dan dia yang namanya saat itu belum kami putuskan.
Suar Asa Benderang…
Nah cerita ini tentang kamu dengan kelahiranmu  yang begitu sederhana, bahkan dipenuhi kekurangan. Cerita ini juga akan menjadi suluh untuk mengantarmu kelak memahami, bahwa dunia yang sedang kau tempati adalah dunia yang penuh dengan kabar buruk. Tapi tak apa, dalam sebuah buku yang ibu baca sembari menjagamu dari gigitan nyamuk, ia berkata “kabar buruk selalu memenuhi dunia ini, itu agar kita mensyukuri  kabar baik yang selalu datang setelahnya.” Dan ibu bapakmu sangat percaya akan hal itu.
Kamu tidak lahir di tengah fasilitas yang serba memadai, kamu lahir di sebuah Rumah Sakit negeri yang telah menjadi rahasia umum akan segala keburukannya. Awalnya, kami ingin menyambut kedatanganmu di sebuah RS bersalin super mewah, tapi dengan pertimbangan ekonomi, bapak ibu akhirnya memutuskan RS ini untukmu, RS Daya. Selain karena pelayanannya gratis,  dan dokternya juga baik dalam artian yang sebenarnya, ibu didampingi saudara ibu yang membuat segalanya berjalan lebih mudah. Kalau tidak ada dia, ibu memastikan enggan berurusan dengan RS negeri lagi. Apalagi untuk urusan segenting ini.
Malam  itu dengan dua mobil, kita menuju RS. Satu hal yang membuatku bangga dengan keluarga ini, karena kita mengedepankan kebersamaan dalam semua urusan.  Ibu ditemani bapak melangkah pasti menegasikan semua pikiran negatif. Tentang kamar yang jorok, WC yang bau, suasana yang tidak nyaman, perawatan yang tidak maksimal, mahasiswa-mahasiswa praktek yang padat, telah ibu pastikan akan ibu redam selama lima hari maksimal di sini. Ibu berjanji tidak akan mengeluh,karena ibu telah memilih sendiri. Bapak bebi telah berusaha meyakinkan ibu bahwa ia mampu mengusahakan duit yang cukup untuk bersalin di RS yang memadai. Tapi, kamu akan tahu kelak, hitung-hitungan seorang ibu rumah tangga apalagi dalam hal duit, selalu lebih tepat. Untuk itu, ibu menyanggupi berurusan dengan segala “ketidakramahan”  RS negeri. Ibu dengan senyum melangkah pasti menuju ruang bersalin, sejauh ini semuanya berjalan maksimal. Tante Fanhy yang membantu ibu, mengerahkan seluruh koneksi yang ia punya diseantero RS demi memberikan yang terbaik untuk ibu. Ibu dilayani dengan ramah, didata dengan cepat dan diberikan kamar yang bagus sehingga malam itu kakak maha mengurungkan niatnya untuk pulang dan memutuskan meneman  ibu di RS, padahal sejak lama ia sudah complain
“kenapa ibu tidak melahirkan di RS bunda Ani?” katanya selalu. Supaya ia bisa bebas bermain dan menginap seperti saat dede Nawwaf, sepupumu lahir. Ibu selalu tersenyum saat kakak maha bertanya seperti itu.
Keesokan harinya, hari yang menegangkan. Ibu di bawa ke ruang operasi. Lucunya, perjalanan menuju ruang operasi yang berada di gedung sebelah harus melewati jalan terjal berbatu yang menurutku begitu berbahaya untuk ibu hamil, kemungkinan untuk melahirkan di tengah perjalanan itu sangat besar.  tidak ada kendala saat operasi berjalan, ketegangan ibu mereda saat ibu mendengarmu menangis lantang mengucap selamat datang pada dunia. Yang ada hanya rasa tidak sabar melihatmu. Ibu yang masih lemas sehabis operasi, menjalani jalur yang sama menuju kamar perawatan. Dan lebih lucunya lagi, ibu diangkat oleh bapak dan om-om mu lebih dari sekian meter. Ibu tertawa dalam hati mendengar celetukan-celetukan mereka, tentang kondisi  fisik RS ini. Sesampai di kamar, inilah saat-saat yang paling berat. Ibu ditempatkan di kamar Mawar 2 bersama dua orang pasien lain. Kamar yang sempit dan saat itu terasa sangat panas, apalagi ibu dikerumuni oleh beberapa bidan dan mahasiswa praktek yang tidak tahu urgensinya berada di sampingku. Semua kulihat panik, saat selang infuse tidak bisa masuk di tangan ibu. Suasana yang panas dan kepanikan yang mereka  sendiri, membuat ibu mulai jengkel, mereka selalu tidak sigap dengan kondisi seperti ini. Tapi ketidaknyamanan itu tidak berjalan lama, apalagi saat ibu diizinkan membawa kipas sebagai penyelamat utama dari semua kekacauan yang ibu rasakan.
Di kamar ini, ibu bersama dua orang pasien. Kedua-duanya hamil, satu 7 bulan, satunya lagi 8 bulan. Mereka sama-sama mengalami kontraksi sebelum waktunya. Harusnya ibu yang hamil 7 bulan ini, dijadwalkan dioperasi setelah ibu, tapi tiba-tiba suaminya begitu takut dengan operasi dan pingsan sesaat sebelum memutuskan untuk menandatangani persetujuan operasi. Akhirnya, keesokan harinya karena terus mengalami kontraksi dan air ketuban terus keluar, dokter menginstruksikan untuk melahirkan secara paksa dengan obat perangsang, dengan resiko bayinya mungkin saja akan meninggal. Ibu bergidik, karena ibu tahu betul  bagaimana rasanya obat perangsang itu. Dan berita buruknya, sampai kita keluar dari RS, 5 hari setelah operasi, ibu itu tidak juga melahirkan. Setiap pagi ibu melihat suaminya menunggu di depan kamar bersalin, dan pernah satu kali melihat anaknya terbaring hanya beralaskan karpet tipis di depan WC. Ah…
Ibu yang satunya, yang sedang hamil delapan bulan. Juga mengalami kontraksi.  tapi tidak ada cairan yang keluar. Dia ditangani dengan obat penahan sakit yang hanya bertahan hingga beberapa jam setelah disuntikkan. Satu pagi, tiba-tiba ibu itu menggigil dan seluruh badannya bergetar.  Perwat panic, karena suhu badannya naik, dan tekanan darahnya turun hingga 90/60. Ia dibantu oksigen untuk bernafas karena tiba-tiba sesak. Kondisi panic seperti itu, keluarganya menuntut diberikan pelayanan serius. Hampir seminggu di situ, mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi pada keluarganya. Tidak ada yang bisa memberikan penjelasan, setiap perwat yang ditanya mereka bilang mereka tidak berwenang.
Dan kamu tahu nak, mereka sama sekali tidak pernah dikunjungi dokter. Ibu pun demikian. Tapi bedanya, karena ibu dikenal sebagai keluarga tante Fanhy, ibu dilayani dengan sopan dan senyum. Mereka berdua tidak. Perawat hanya melaporkan keadaan pasien lewat telpon. Beruntung ibu selalu dalam kondisi baik hingga hari kita pulang ke rumah sehingga tidak perlu penanganan dokter. Ibu hanya berpikir, bagaimana jika terjadi sesuatu. Tidak ada dokter jaga, hanya ada beberapa bidan dan mahasiswa praktek yang tiap kali masuk menanyakan hal yang sama.  Menanyakan nama, suhu badan, sudah buang air atau tidak, ada yang sakit atau tidak, dan itu dilakukan tiga sampai empat kali sehari. Pikirku, untuk apa ada catatan medis, toh semua itu dicatat di situ. Jujur itu membuat kondisi psikologis pasien bertambah buruk. Ibu menanggapinya dengan santai, kalau ibu bawa serius, ibu tahu akan berakibat buruk untuk ibu.
Hingga kita pulang, kabar buruk selalu ibu dengar di RS ini. Tentang beberapa proses kelahiran yang tidak biasa, penangangan yang tidak cepat, dan segala hal yang membuat ibu hanya bisa menahan nafas. Dan diantara semua kabar buruk itu, ibu selalu mendapat kabar baik. Ibu diperlakukan baik oleh semua orang yang ada di sana. Ibu beruntung, kamu beruntung!
Nah…suar! Ini cerita tentang kelahiranmu. Di sekeliling kita banyak hal yang sering tidak layak dan seharusnya tidak terjadi. Ini bukan cerita tentang ibu yang berjuang melahirkanmu di tengah kesederhanaan. Tapi ini cerita tentang orang di sekitar kita yang sering tidak seberuntung kita dengan segala yang kita dapatkan. Maka bersyukur. Dan seperti nama yang disematkan kepadamu..tumbuhlah menjadi pelita, suluh untuk semua harapan yang tidak boleh mati bersama kakak maha yang lewat namanya tidak kami biarkan menyerah menghadapi apapun di depannya, bersama ibu dan bapak yang tidak akan berhenti belajar bersama kalian.

Selamat datang…nak!

17 Mei 2013
IbuNhytha

Komentar

  1. Selamat atas kelahiran putra kedua nya. saya selalu iri dengan kehidupan kalian sekeluarga. terlihat asik dan sangat "aku" sekali. Salam kenal ya. -Gery-

    BalasHapus
  2. terima kasih mas Gery. salam kenal.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer