Akhir Cemburuku

Aku adalah seorang pencemburu berat. Hanya sedikit yang pernah dekat denganku, yang tahu kalau aku pencemburu. Karena sifat yang seringkali kurasa “memalukan” itu selalu kubungkus rapih, sangat rapih dengan “sok tidak peduliku.” Saat belum menikah, komrad sering kelimpungan membaca itu. Tapi, setelah menikah aku terang-terangan bilang saat aku cemburu. Itu harus_bumbu-bumbu pemanis rumah tangga_kata orang banyak.
Sejak menjalani hubungan jarak jauh, rasa cemburu adalah hal yang seringkali kurasakan. Aku jarang cemburu yang mengkhusus pada orang (untuk hal itu, aku lebih suka mengantisipasinya dengan caraku sendiri..hahhaa), aku lebih cemburu pada hal-hal yang dilakukan komrad tanpaku. aku cemburu karena komrad bisa mendapat kesempatan belajar lagi, aku cemburu saat kudengar komrad tidak berhenti mengeksplorasi pengetahuannya dan aku terkungkung dalam membagi waktu untuk sekedar membaca buku, aku cemburu saat kudengar komrad sibuk menambah refrensi hidupnya lewat teman-teman baru, budaya baru di Jogja sana, dan aku tersudut sendiri di sini. Kecemburuan yang akhirnya selalu bisa kusyukuri dan memompa semangatku untuk melewati hari dengan ragam aktivitas bersama maha.
Tapi, diantara semua rasa cemburuku. Ini adalah cemburu yang paling tidak mengenakkan. Aku cemburu pada sebuah benda tepatnya karya bernama “tesis”. Bagaimana tidak? Tesis ini telah dikerjakan komrad sejak 9 bulan lalu. Tesis yang kami harap bisa rampung di awal tahun 2012 dan membawa pulang komrad di sisiku.
Tapi, kita boleh merencana, setelah itu bersabar atas kenyataan yang tidak sesuai harapan.
Sejak skripsi dikerjakan, posisiku dalam pikiran komrad mungkin tidak tergeser tapi kutahu ia berusaha, tidak berhenti mengambil tempatku. Berkali-kali, komrad kubiarkan bermeseraan berdua dengan benda ini, tanpa ingin kucampuri sedkitpun. Aku memberikannya kebebasan bercumbu dengan komrad bahkan untuk waktu yang tidak bisa kutargetkan lagi. Karena sejak awal, setiap kami berdua berbica target, setiap itu pula masalah besar dan kecil muncul. Masalah yang muncul, bukan hanya karena komrad seorang yang perfeksionis, tapi ada-ada saja keadaan yang seolah ingin mengajari kami berdua untuk banyak berserah setelah berusaha.  Ujian proposal pertama komrad yang berjalan lancar, ternyata tidak seperti prosesnya kemudian. Tiga kali komrad ganti judul, dengan pertimbangan yang berbeda. Bahkan, judul kedua untuk tesisnya, jauh dari apa yang ia harapkan. Yah, kami khususnya komrad terlanjur memberikan harapan yang tinggi untuk proyek yang satu ini. Masalah terus diperparah, karena kajian komrad begitu tidak populer di mata pembimbingnya, kajian Amerika Latin. Kajian yang dianggap ecek-ecek yang membuatnya patah semangat berkali-kali bahkan dengan amarah yang meluap-luap. Kajian kedua, adalah kajian yang selalu komrad “tertawai”. Tapi, tetap dimaksimalisai walau akhirnya dihadapkan dengan jalan buntu dan akhirnya komrad kembali pada selera awal. Amerika Latin. Khususnya tentang Alba dan Bolevarianisme. Dan aku lupa karena pertimbangan apa, komrad harus ujian proposal untuk kedua kalinya. Dan seperti langit yang tiba-tiba cerah, setelah ujian proposal, semua dilancarkan. Termasuk urusan dengan sang maestro HI, yang sejak awal, karen nama besarnya itu membuat komrad bertekuk lutut jika berhadapan dengannya. Seolah semua perkataannya adalah sabda kenabian yang tidak ada celah kesalahan di dalamnya, dan celakanya.. semua memang diamini komrad dengan sadar.
Andai kalian tahu, sejak awal 2012, perbincangan kami di semua media, telpon, chating, sms, semua membicarakan benda yang satu ini. Alih-alih menjadi penyemangat komrad, tiga sampai empat bulan pertama aku menjadi momok dalam setiap pagi komrad. Menanyakan sampai di mana, apanya lagi? Kenapa ini? kenapa itu? Kenapa tidak anu? Kenapa anu? Segala macam pertanyaan  yang akan berakhir dengan aksi ngambek kami masing-masing. beberapa kali, aku memutuskan untuk tidak menghubunginya daripada harus berujung dengan pertengkaran. Aku berpikir, dengan waktu, kesempatan, dan akses pengetahuan yang banyak di sana, komrad tidak cukup berusaha. Dan komrad berpikir, aku dengan segenap pemahamanku tentangnya harusnya tidak menuntutnya macam-macam. Yah, bulan-bulan yang berat untuk kami berdua. Karena di atas semua itu, kami merasakan satu keinginan yang sama. Sama-sama ingin berkumpul kembali.
Bayangkan…!! Bagaimana bisa aku tidak cemburu???
Dan akhirnya..kecemberuan itu berakhir! Kemarin, komrad ujian dan membawa hasil pikirannya di depan dewan penguji. Walau hasilnya tidak seperti yang ia harapkan. Kajian tentang Chavez, tentang Bolivarianisme adalah kajian yang dipandang sebelah mata oleh banyak kalangan. Kemarin kukatakan, harusnya kebahagiaan komrad mencapai puncak,  saat menulis kalimat terakhir untuk tesisnya. Karena tesis yang komrad buat, walau belum sempat kubaca secara keseluruhan bukan hanya tentang harapan-harapan kami yang tersirat dalam fakta-fakta yang  jarang diakui kebanyakan orang, bukan hanya tentang kehidupan di belahan dunia sana yang hidup berlandaskan kebersamaan dan mimpi akan kehidupan yang lebih baik, tapi ini juga tentang kami yang percaya bahwa lewat karya ini kami semakin dewasa menghadapi dunia dengan ragam hal yang ditawarkan. Diantara baris-baris huruf di atas kertas tersebut, ada kerja keras komrad, ada kecemasanku, ada cemburuku, ada marah komrad, dan ada cinta kami yang  tidak berhenti belajar.
Finally, terimakasih komrad. Terimakasih atas setiap usahamu untuk menyelesaikan sesi Jogja dalam cerita kita, terima kasih untuk setiap usahamu yang selalu atas nama kita. Dengan segenap cemburu yang tersisa, kamu tahu komrad??? I love you more..more...and more…

Ibu Nhytha
7 Agustus 2012
#mahaairabergantianmenangis

Komentar

Postingan Populer