Maha dan Panggung Pertama
Kenapa penting dan monumental?
Soalnya ini cerita tentang maha yang akhirnya menampilkan sesuatu di panggung.
Yup, Panggung pertamanya. Panggung yang serius, penontonnya serius,
persiapannya tak kalah serius, dan yang paling penting saya dan Ibunya mahaa
khirnya menikmati menjadi orang tua yang benar-benar serius menikmati rasa
cemas hingga si anak benar-benar sudah diatas panggung menunaikan apa yang harus
dia tampilkan dan kemudian turun dari panggung dengan senyum sumringah. Serius,
ini benar-benar serius!
…………………
Pagi belum lagi terlalu lama
menyapa dan saya harus menguatkan diri untuk segera bangun dari tidur yang baru
saja kumulai saat shalat subuh selesai kutunaikan. Saya baru tiba dari sebuah
kota yang ditempuh kurang lebih delapan jam dari Makassar untuk sebuah
pekerjaan subuh itu sehingga tidurnya agak telat. Meski mata masih begitu malas
untuk terbuka, saya segera ke kamar mandi dan kemudian bersiap-siap dengan
pakaian yang lumayan rapi. Tidak hanya saya tapi kami berempat tampil rapi. Dan
diantara kami berempat, maha lah yang paling tampil berbeda karena pakaian adat
khas Melayu lengkap dengan topi khasnya yang melekat di tubuhnya. Dan tentu ia
tampak sangat gagah.
Pagi itu, kami akan ke sekolah
maha untuk mengikuti acara penamatan kakak kelasnya. Dan maha mendapat tugas
untuk menampilkan tari dan lagu bersama teman-temannya. Selain tampil
berkelompok, di bagian akhir acara maha akan tampil sendiri membawakan sebuah
suguhan. Untuk penampilan berkelompok, maha dan teman-temannya akan menampilkan
lagu Mars PAUD di awal acara, Tari
Piring, gerak tubuh dengan intruksi berbahasa Inggris dari gurunya dan yang
paling kami tunggu tentu penampilan maha membawakan puisi dan lagu Qui
Sera-Sera.
Untuk semua penampilan diatas,
maha dan teman-temannya mesti berlatih berbulan-bulan. Saya yang beberapa kali
melihat mereka berlatih saat mengantar dan menjemput maha di sekolahnya selalu
dibuat tertawa dengan tingkah maha dan teman-teman sebayanya saat latihan
menari tari piring. Diantara tari yang dilatihkan, maka latihan tari piring
inilah yang paling susah diatur dan karenanya selalu lucu. Tak pernah ada gerak
yang sama hingga akhir latihan sekuat apa pun dua guru mereka mengarahkan.
Meski demikian pertunjukan harus tetap berlangsung.
Jarum jam belum lagi
menunjukkan pukul depalan pagi, dengan mengendarai motor kami berempat sudah
sampai di sekolah maha yang terletak di Kompleks Perumahan Dosen Universitas
Hasanuddin. O iya, maha bersekolah di Taman Kanak-Kanak Dharma Wanita
Universitas Hasanuddin. Terkait nama sekolah ini, saya selalu merasa kalau
ibu-ibu Dharma Wanita ini benar-benar tak sekreatif pemberi nama jalan di
seputan kompleks dosen itu. Sekedar info, hampir semua jalan di kompleks itu
menggunakan nama-nama tokoh. Tepat di depan sekolah maha misalnya diberi nama
Jl. Adam Smith dan Jl. JM. Keynes, dua tokoh ekonomi dunia yang sangat
terkenal.
Sebuah panggung yang disusun
dari beberapa meja kelas plus mixer dan sound system electon disamping panggung
sudah tertata rapi di teras sekolah. Dua blok tenda pengantin juga sudah
berdiri dan beberapa orang tua siswa juga sudah menempati beberapa kursi yang
sudah berjejer rapi. Maha lalu berbaur dengan teman-temannya yang juga mengenakan
pakaian adat yang bervariasi. Selain beberapa orang tua yang duduk rapi di
tempat yang disediakan, beberapa juga terlihat sibuk mengejar anaknya yang
masih bermain seluncuran padahal dari rumah mereka sudah dipastikan tampil
gagah dan cantik. Tapi namanya anak-anak, mereka tak pernah bisa tenang apalagi
jika distiu ada permainan. Karena tak bisa lagi mengikuti si anak yang terus
berlarian tak peduli pakaiannya tak lagi rapi dan kotor, seorang ibu memilih
pasrah saat diberitahu kalau si anak sedang beraksi. Hahaha…
Setelah semua orang tua dan
tamu undangan sudah hadir akhirnya acara penamatan seniornya maha dimulai. Dan
mulailah babak-babak menegangkan itu.
Semua pengisi acara adalah
dari anak-anak TK sendiri termasuk dua pasang MC yang memulai acara. Meski
terbata-bata tapi mereka berdua lumayan berhasil membuka acara. Setelah
pembacaan ayat suci Al Quran serta terjemahannya, dua temannya maha membacakan
-tepatnya menyampaikan hafalannya- pesan dan kesan dari siswa yang akan
meninggalkan dan yang ditinggalkan. Senior maha yang menyampaikan kesan selama
bersekolah lumayan berhasil hingga akhirnya ia turun dari panggung. Tapi tidak
dengan teman seangkatannya maha yang menyampaikan pesan buat para senior. Meski
saat berlatih ia selalu lancar namun saat berada di panggung ia benar-benar
grogi hingga akhirnya harus dibantu oleh salah seorang ibu guru. “…..sampai
jumpa di Universitas Hasanuddin,” begitu salah satu potongan pesan yang
disampaikan yang lalu disambut dengan tepuk tangan para orang tua siswa dan
para undangan sebagai ganti tawa. Teman kelas maha ini sebenarnya ingin
menyampaikan sampai jumpa kembali di TK Dharma Wanita Unhas di lain waktu tapi
karena grogi dan seterusnya akhirnya yang terlontar adalah doa yang
mudah-mudahan terwujud saat Kampus Merah itu
Setelah dua sambutan yang
seharusnya mengharukan itu, kemudian seluruh siswa menyanyikan Mars PAUD yang
hampir tiap hari dinyanyikan maha di rumah, selanjutnya adalah suguhan
tari-tarian. Diawali dengan tari papua, kemudian tari kipas dan terakhir tari
dari kelompoknya maha, tari piring. Seperti saat latihan tak satu pun dari
kelompok ini yang peduli dengan kerapian gerak apalagi kesesuaian dengan musik
yang mengiringi. Yang ada mereka tertawa atau sambil bercerita dengan teman
disebelahnya sambil tetap menggoyangkan tubuh seadanya. Seperti biasa yang
paling sibuk memastikan agar gerak anak-anak ini baik adalah orang tua mereka.
Termasuk saya sesekali sembari mendokumentasikan apa yang disuguhkan maha dan
teman-temannya. Obsesi standar khas orang dewasa padahal anak-anak itu sangat
berbhagia dengan yang mereka lakukan sampai mereka diinterupsi oleh kita,
orang-orang dewasa sok tau ini. hehehe… Tapi sepanjang penampilan tari itu saya
dan orang tua lainnya terus dibuat tertawa oleh gerak tak teratur, sistematis
dan massif…hahahaha…
Setelah olah gerak tubuh
dengan instruksi berbahasa Inggris dari si madame guru bahasa Inggris yang
sudah lumayan berumur, selanjutnya maha mengganti kostumnya. Seharusnya ia akan
memakan jas tapi karena jasnya ketinggalan di Bone, jadi ia hanya meka atasan
lengan panjang putih dan jeans biru bergaris putih di tengahnya untuk
bawahannya. Dan setelah berganti kostum sambil menunggu gilirannya tampil solo,
maha duduk di sebelah kanan panggung. Dan ia tak lagi terlelu peduli dengan
teman-temannya yang lalu lalang di depannya dan sesekali ada yang mengusili
atau memujinya.
Setelah memastikan pakaiannya
rapi, saya memilih menjauh dan memperhatikan maha membangun kepercayaan
dirinya. Dari kejauhan kulihat maha menggoyang-goyangkan kakinya dan beberapa gerak
tubuh yang sangat kukenali. Biasanya kalau maha melakukan itu berarti ia sedang
tidak senang atau tidak setuju terhadap sesuatu. Saya mulai khawatir jangan
sampai ia tidak mau naik ke panggung saat namanya dipanggil. Tapi saya dan
ibunya maha juga tak mendekat. Tapi maha masih terus tersenyum sambil menanti
gilirannya yang membuatku tetap percaya kalau ia akan menampilkan sesuatu yang
keren siang itu.
Si MC memanggil maha. Dunia
seperti berhenti bergerak saat menantikan keputusan yang akan diambil maha. Sama
sekali tak ada rasa canggung meski gaya lemah khas maha saat berjelan tetap
terlihat saat ia berjalan menuju panggung. Kupegangi tangannya saat ia hendak
naik ke panggung memastikan ia tak jatuh dan menghancurkan semuanya justru saat
pertunjukan belum dimulai. Saya berusaha menguatkan diri agar tetes air mata
tak tumpah sehingga saya bisa memperhatikan suguhan maha siang itu dan kemudian
mendokumentasikannya.
Saat sudah berda di tengah panggung,
maha lalu menundukkan kepala sebagai tanda salam. Dan setelah itu ia membacakan
puisi terjemahan dari Lagu Qui Sera-Sera dengan fasih dan sangat berintonasi.
Selesai berpuisi, tanpa jeda maha lalu lanjut dengan menyanyikan Qui Sera-Sera
juga dengan sangat memukau. Semua yang hadir disitu terdiam hingga diakhiri
tepuk tangan yang membahana saat maha membungkukkan badan dan mengucapkan
“thank you” pertanda penampilannya telah selesai. Semua yang hadir memuji
penampilan maha dan kami benar-benar terharu dibuatnya.
Hari itu adalah panggung
pertama maha yang ia lalui dengan sangat spektakuler dan kami sangat bangga
karenanya. Bukan karena rentetan pujian itu tapi karena maha berhasil membuat panggung
pertamanya itu sebagai panggung kebahagiaan untuk dirinya dan kami semua.
Terima kasih jagoan kecilku. Kami tunggu panggung-panggung berikutnya.
Bapakmahasuar
KBJ, 9 Agustus 2014
saya terharuuuuuu.... :D
BalasHapus