Hak Anak di Hari Pertama Sekolah

Minggu ini hari pertama sekolah, banyak orang tua yang melihat anak anak mereka menuju fase berikutnya. Naik kelas, masuk TK, SD, SMP, SMA, asrama atau mondok. Saya selalu terharu melihat bagaimana orang tua berlapang dada melepas anaknya sedikit demi sedikit. Berpegang pada harap dan doa. Dan tentu mengandalkan sekolah sebagai ruang tumbuh anak mereka selanjutnya.

Beberapa hari lalu saya mengantar Suar ke sekolah untuk pendaftaran ulang. Setelah drama panjang, dia datang ke sekolah dengan predikat siswa SMP. Memilih sekolah untuk Suar tantangannya lebih besar. Dia punya standar sendiri, punya keinginan yang harus kami upayakan dengan keras. Padahal ibu bapak sejak dulu bilang, sekolah yah bisa dimana saja. Belajarnya yang penting. 

Karena Suar memilih sekolah formal, sekolah negeri tetap kami andalkan. Suar juga tidak ada kendala di sana. Sejauh ini. Sejak proses pendaftaran, saya tidak ingin terlibat dalam grasak grusuk kegagalan sistem online, zonasi, afirmasi atau jalur lain. Sekali lagi sekolah boleh dimana saja, yang penting adalah proses belajar anak. Tapi karena Suar punya keinginan, dan hal tersebut baik adanya, kami berkewajiban mengusahakannya.

Saya dan bapak komrad dan tentu berkali kali menegaskan ke anak anak bahwa mereka hanya perlu bersenang senang, berteman, dan beradaptasi dengan baik di sekolah. Begitulah anak anak seharusnya belajar dan bertumbuh. Dalam banyak penerimaan rapor, saya nyaris tidak pernah bertanya tentang prestasi akademik anak anak, saya selalu penasaran bagaimana ia di kelas, bagaimana ia berteman, bagaimana ia memperlakukan gurunya dan teman temannya. Pertanyaan selanjutnya biasanya tentang hal hal yang mereka minati yang mungkin tidak saya lihat di rumah. 

Walau kami terkesan sebagai orang tua yang santai, namun saya tentu tidak keberatan jika anak anak ingin mengejar prestasi atau apapun itu, kami selalu menunjukkan dukungan. Asal anaknya mau. 

Saat prosesi wawancara di sekolah baru Suar, kita dibekali seperangkat aturan yang mengatur anak anak. Sambil menunggu saya dan Suar membacanya cukup detil. Aturan tersebut lumayan lengkap, ada kategorisasi pelanggaran dan juga sanksi yang diberikan. Hal ini patut diapresiasi, karena banyak sekolah yang bahkan tidak mensosialisasikan tata tertib dengan serius. Walau begitu, masih banyak hal yang tidak dituliskan padahal penting untuk diketahui anak dan orang tua. 

Aturan di banyak sekolah selalu tentang apa yang wajib dilakukan siswa, tapi tidak pernah memberitahu apa yang berhak didapatkan siswa. Posisi sekolah dan perangkat yang ada di dalamnya seolah menempatkan diri mereka sebagai status quo yang sulit dipertanyakan apalagi digugat. Relasinya sejak awal adalah relasi kuasa. Padahal semua komponen di dalam sekolah adalah bagian dari sistem yang terikat oleh aturan. 

Anak anak dan orang tua juga harus terinformasi terkait hak mereka. Terkait pelanggaran pelanggaran (yang mungkin saja dan memang terbukti banyak), bisa dilakukan oleh pihak sekolah, entah itu guru, staf, petugas keamanan, atau kepala sekolah. Anak anak dan orang tua harus terinformasi terkait alur pelaporan, siapa yang mereka harus temui, saat mereka mendapat masalah di sekolah. Dan informasi itu sebaiknya tertulis atau tercetak besar di sekolah, di papan informasi, di medsos sekolah, atau di perangkat aturan yang dibagikan. 

Beberapa sekolah selalu ketakutan jika hal tersebut dilakukan, mereka takut orang tua terlalu emosional, takut mereka dituntut, takut masalah akan lebih banyak. Padahal upaya tersebut adalah upaya pencegahan yang paling bisa dilakukan. Dengan orang tua terinformasi mereka akan merasa aman karena sekolah sudah punya SOP yang jelas. Ini juga akan menjadi serupa rem bagi pihak pihak yang punya niat buruk misalnya, karena mereka tahu bahwa semua orang sudah paham haknya dan alur di sekolah jelas dan tegas. 

Sebenarnya upaya ini sudah banyak dilakukan, di sekolah sekolah swasta khususnya. Namun, seperti yang kita tahu, hanya segelintir anak yang bisa ada di sana. Jutaan lainnya berada di bawah naungan sekolah negeri. Kita harus berhenti menormalisasi bahwa sekolah yang layak adalah sekolah yang mahal. Walau kenyataannya sekali lagi berkata seperti itu. 

Namun, sekolah bagus kan bukan hanya tentang fasilitas, bukan hanya tentang gedung sekolah atau ruang belajar yang berAC. Namun jauh melampaui hal hal tersebut. 

Anak anak butuh ruang hidup yang aman. Dan semua sekolah mestinya bisa melakukannya. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan selalu harus diingatkan bahwa di atas segala proses transformasi pendidikan, hal utama adalah memuliakan anak anak kita dengan membangun relasi yang setara. 

Ketika anak anak kita muliakan, mereka akan belajar menghargai dan menghormati dirinya sendiri, temannya, gurunya, dan setiap orang yang ia temui. Anak anak belajar lewat apa yang dicontohkan orang dewasa sekitarnya, dan ini berkali kali saya katakan bahwa SETIAP ORANG DEWASA BERTANGGUNG JAWAB akan anak anak di sekitar mereka. 

Ini hal berat, namun bisa kita lakukan. Dan semua orang mesti terlibat.

Harnita Rahman

Komentar

Postingan Populer