Suar, Si Paling Dominan


Saya sedang mengambil jaket ketika Suar tiba di rumah dengan  muka yang bersungut sungut. Saya piker dia marah karena saya telat menjemputnya. Biasanya, dia akan cepat pulih jika alasannya seperti itu, toh beberapa hari ini Moncongloe selalu hujan atau gerimis di sore hari. Dan dia kelihatan cukup menikmati perjalanan pulangnya yang basah dan kotor.

Makan malam yang terlalu dini saya siapkan sembari dia sedang menikmati tayangan favoritnya di youtube. Pagi tadi dia hanya makan  sedikit spageti dan hanya menambah biskuit sebelum dia ke sekolah. 

“ibu tadi, saya nda masuk video belajar” katanya dengan muka yang masih berlipat lipat dengan suara yang kecil. Saya menyelesaikan kukusan nasi lalu mendekat. 

“video belajar apa?” tanya saya. seingat saya tidak ada info terkait ini di grup wa orang tua. Saya berasumsi video yang dia bicarakan adalah proses mengajar wali kelasnya yang harus divideokan karena beliau sedang kuliah.

“kata Bu guru, saya tidak di kasi masuk video karena bad mood” lajutnya dengan suara yang sangat kecil sehingga saya harus memintanya mengulang beberapa kali. Saat seperti ini, saya biasanya akan langsung menunjukkan perhatian. Berfokus pada ceritanya, menggali dengan hati hati agar tidak buru menjudge.

Dia mengakui kalau dia tidak senang, bu guru memindahkan tempatnya duduk ke sebelah temennya. Alasannya sangat personal sebenarnya, tapi tetap penting untuk didengar. Dia terganggu dengan kebiasaan temannya yang suka main main ludah dan kadang tidak sengaja terkena di badannya. saya tersenyum.

Walau bukan tipe pembersih, Suar cukup sering marah kalau Maha melakukan hal serupa. Dan saya kira hal tersebut alamiah. Toh setiap orang punya standar kejorokan yang berbeda. dari cerita ini, saya tahu bahwa Suar memilih milih temannya. dan hal tersebut, harusnya tidak apa apa. toh kita tidak perlu harus berteman dengan semua orang, saya merasa hanya perlu mengetahui apa standar pertemannya, alasannya berteman atau tidak ingin berteman dengan orang tertentu.

Setelah dengar ceritanya, saya meminta ijinnya untuk bicara dengan bu guru. Saya kira saya berhutang penjelasan atas keputusan bu guru yang akhirnya membuat si Suar murung. Dia menyetujui.

Slepas magrib, saya menghubungi bu guru via chat.  Ia membalas cepat. Belum sempat saya baca, Bu guru menelpon. iya bertanya apa yang saya dengar dari Suar. Saya menceritakan ulang semua yang Suar bilang yang dibenarkan Bu Guru.

“saya tidak tahu, bu. apa yang buat dia tiba tiba bad mood, salahnya saya nda sempat bertanya. Karena sudah akhir jam pelajaran dan video proses belajarnya mesti selesai, saya minta dia uuntuk tidak perlu ikut.” kata Bu guru menambah penjelasan. Saya sama sekali tidak keberatan dan mengetahui alasan bu guru memutuskan itu. 

Pembicaraan ini akhirnya saya jadikan awal untuk menanyakan proses belajar Suar beberapa bulan ini. Walau sering ketemu, kami tidak pernah secara spesifik membicarakan Suar. 

Bu guru dengan detil dan hati hati menjelaskan.. Saya mendengar sambil sedikit menimpali, tertawa, senyum senyum, mengangguk angguk dan takjub. 

Bu guru bercerita bahwa Suar adalah anak yang dominan. Dia cerdas, cepat menangkap pelajaran, berani. Sayangnya, hal tersebut seolah memberikan dia wewenang untuk tidak memberikan temannya ruang. Saat kerja kelompok, dia yang akan tampil, saat ada quis, dia yang akan jawab, sampai sampai teman temannya selalu bilang " Suar mi sede' " Demi ruang kelas tetap dinamis, ibu guru kadang pura pura tidak melihatnya. 

Mendengar ini walau bukan kabar baru, saya takjub.Saya tahu Suar sangat kompetitif dan dominan tapi saya tidak sadar kalau ternyata dia antusias belajar di sekolah. 

Soalnya kalau di rumah, sepanjang hari dia hanya menatap layar TV atau main game di hape. Kalau tiba waktu main di luar, susah pulang. Dia tidak pernah membuka buku pelajaran nya kecuali ada PR. 

Jika saya minta belajar dan saya tantang untuk menghafal, mengerjakan soal, dia selalu selesai lebih cepat dari waktu yang saya sediakan. Dia menjawab semua tantangan tanpa keraguan dan tepat. Karenanya kadang saya tidak berkutik. 

Hal baru lainnya menurut pengamatan ibu guru dia hanya main dengan teman yang itu itu saja. Hal ini yang saya tanggapi dengan serius. Seingat saya, Suar jarang memilih teman kecuali dalam kondisi tertentu seperti yang saya ceritakan sebelumnya.  

Setelah mengakhiri telpon dengan Bu guru, saya menghampiri Suar. Saya mengutarakan pendapat tentang kejadian tadi. Bahwa ibu guru tidak sepenuhnya salah, ada kondisi yang membuat gurunya akhirnya tidak melibatkan Suar. Lagi pula, empat video belajar sebelumnya, Suar sudah jadi tokoh utama. 

Saat menanyakan tentang temannya, Suar mengakui kalau hanya main dengan teman teman yang Bu Guru sebutkan. Saat saya tanya kenapa, dia tidak langsung menjawab. 

Tentang dia yang selalu mendominasi kelas, dia juga dengan bangga mengakui "ka yang lain salah jawabannya" Katanya bangga. Saya mendukungnya. 

"Suar mau rangking 1 kah?" Tanya saya. 

" Iya, nda boleh kah? " Tanyanya balik. 

" Boleh dong, rangking 1 itu keren, 1 orang ji yang bisa, tapi bukan hal utama" 

"Yang paling penting sebenarnya bagaimana carata rengking 1. Kan guru ta na taumi kalau kita pintar, jadi santai saja. Kalau guru ta kasi pertanyaan, biar temanta dlu jawab, kalau ternyata salah, kasi lagi teman lain, kalau masih salah, coba kita mimi.  Jangan selalu mau kita yang duluan, toh. Berteman juga itu, bentuk kecerdasan nah. " Kata saya hati hati. 

" Terus itu temanta yang nda kita ajak main, kenapa? Tanya saya mengulangi. 

" Nda pintar ki bela " Saya ketawa. 

" Beeh tambah nda pintar mi itu, kalau kita jauhi. Coba bede kita ajak main, kita bantu klo dia bertanya, pasti lama lama dia pintar. Terus kalau kita ajar orang, nda berkurang ji kepintaran ta'. Justru semakin pintarki" Kata saya panjang lebar. 

Tidak seperti biasa, ia manut  mendengarkan tanpa protes. Dia juga tidak menunjukkan kekesalan dengan apa yang saya sarankan. Saya tidak berharap banyak, saya juga tidak memaksanya untuk melakukan yang menurut saya benar. 

Saya memeluknya bangga karena mau jujur bercerita. Saya memeluknya bahagia karena dia mengandalkan saya saat sedang gundah. 

Pelan pelan saja, Suar. That's okay. I'm here, beside you, nak

Ibu Nhytha

Komentar

Postingan Populer