Resep Sederhana dan Kado Terindah Buatku
Hingga kini, saya sih masih
percaya dengan proses dan kerja keras. Saya juga percaya kalau keberhasilan
yang dicapai dengan proses dibalut kerja keras akan lebih berkualitas dan awet.
Saya juga bukan tipe yang tak sabar menanti perubahan karena prosesnya yang
mungkin agak memakan waktu. Dan untuk urusan menjalani hidup ini, bagi saya
rumusnya cukup sederhana. Penuhi semua prasyarat untuk berhasil, dengan kerja
keras tentunya, berdoa dan selanjutnya silahkan menanti kejutan-kejutan yang
merupakan buah dari proses dan kerja keras. Tak selalu berhasil memang, tapi
pasti disana ada ruang belajar dan bersyukur. Dan yang tak kalah pentingnya
syukurilah keberhasilan-keberhasilan kecil. Sehingga jika keberhasilan besar
menghampiri, maka kita tak akan pongah, tak terlalu serius sampai lupa
tersenyum.
Belakangan ini tiba-tiba ingin
sekali punya sepatu baru. Keinginan ini bukan ji karena habis nonton Sepatu Baru yang barusan dapat penghargaan
di Berlin. Tapi inspirasinya datang dari dosen waktu sekolah S2 kemarin di
Jogja. Jadi dosen saya ini, umurnya masih relative muda kira-kira 40 an tahun.
Soal kecerdasan tidak perlu ditanya. Dia salah satu dosen favorit kami. Dan
yang membuatnya punya nilai plus, paling tidak bagi saya, karena penampilannya
yang sangat “muda” banget kalau ke kampus. Style andalannya, kemeja lengan
pendek kotak-kotak dipadu dengan jeans dan disempurnakan dengan sepatu adidas
samba berwarna hitamnya. Keren toh! Dan yang terpenting ia konsisten dengan
stylenya itu. Karenanya saya terinspirasi. Terinspirasi untuk selalu “muda.”
Nah, sebagai kado untuk ulang
tahunku yang ke 33 beberapa hari lalu dan kemudian disusul dua hari berikutnya
dengan hari jadi pernikahan kami yang ke 6, ibunya maha membeli secara online
dua pasang sepatu dengan warna yang sama, abu-abu. Merk nya serupa converse.
Hahahaha…..Dua pasang sepatu yang dibeli online itu tiba kemarin. Awalnya
senyum tersungging saat kiriman hendak dibuka meski agak sedikit khawatir
jangan sampai maha ngamuk lagi karena ia tidak ikut mendapat kiriman seperti
beberapa hari lalu saat adik Aira mendapat kiriman baju. Senyum ibunya maha
kemudian berubah agak masam karena ternyata selain warnanya yang sama,
ukurannya sepatu untuk ibunya maha juga sama dengan ukuran sepatuku. Itu
berarti sepatu untuk ibunya maha kebesaran. Tapi tak ada yang mesti diratapi
karena setelah itu ada kebahagiaan yang lebih besar yang segera menyapa.
Untuk merayakan hari jadi
pernikahan kami, kemarin ibunya maha buat acara makan kecil-kecilan di rumah a.k.a
Kedai Buku Jenny. Yang datang juga hanya saudara-saudara beserta keluarga yang
ada di Makassar. Untuk acara super kecil ini, ibunya maha menyiapkan menu yang
seingatku baru kali ini ia buat sendiri, Mie Udang. Menu favorit yang selalu ia
pesan dan santap jika kami berada di Bone. Saya sendiri sebenarnya tak begitu
suka dengan udang tapi senang menangkap udang. Bingung? Nanti suatu waktu saya
ceritakan di blog ini soal hobiku menangkap udang saat masih kecil dulu. Mari
lanjut soal menu buatan ibunya maha ini.
Sejak sebelum zuhur, ibunya
maha sudah sibuk-sibuk di dapur untuk mempersiapkan menu barunya itu. Tapi
akhirnya menu ini agak telat kelarnya karena udang yang menjadi bahan utamanya
belum dibeli dan motor lagi dipakai Om Dedy. Meski menunggu agak lama, akhirnya
motor dating dan ibunya maha bergegas ke pasar tradisional di bilangan BTP. Dan
singkat cerita, rebusan sayur yang dicampur udang dan bumbu-bumbu lainnya
terlihat sudah mendidih. Mie nya sengaja dipisahkan agar semuanya bisa kebagian
dan tak bengkak jika ditinggal dingin. Ibunya maha lalu mencicipi kuahnya
sebelum dihidangkan. Saya yang penasaran dengan rasanya juga mendekat sambil
menggendong Suar dan lalu mendapat giliran mengicip kuahnya serupa chef handal
jebolan kontes memasak di tipi-tipi. Dan saat mencicipi kuahnya, saya langsung
merasakan sesuatu yang luar biasa. Gila! Enak banget dan yang paling membuatku
bahagia karena yang membuat sajian super duper nikmat itu adalah istriku, ibu
dari kedua jagoanku. Akhirnya!
Jadi dulu, saya selalu meng-underestimate kemampuan masak ibunya
maha. Kira-kira perumpamaannya, rebus air saja hangus (hiperbola ji ini) Hahaha. Zaman kuliah dulu, saya lah yang
paling sering memasak di kosan ibunya maha. Beliau paling banter beraksi saat
menyajikan mie rebus, menu yang sentero jagad juga orang tau cara membuatnya. Diawal
pernikahan hingga anak pertama kami lahir, saat masih sering di Bone, saya
seringkali agak sedikit reaksioner meski tak sampai marah melihat ibunya maha yang
tak pernah begitu serius untuk belajar memasak atau membuat kue ke neneknya
maha.
Tapi sejak kami punya dapur
sendiri di rumah kontrakan yang telah kami huni setahun lebih ini, semuanya
berubah. Ibunya maha semakin rajin mencoba resep masakan dan kue-kue baru.
Awalnya tak begitu mudah tapi ia begitu gigih. Dengan kemudahan teknologi, ia
rajin mengunjungi akun-akun media sosial berisi resep sederhana alias mudah
dipraktikkan namun memiliki cita rasa tinggi. Dicatatnya setiap resep baru yang
ia dapati dan sesegera mungkin ia uji cobakan ke kami –saya dan maha beserta
kru KBJ lainnya- yang memang doyan ngunyah ini. Awalnya –seperti permulaan
untuk urusan apapun- seringkali belum atau kurang berhasil baik karena urusan
teknis seperti lupa memasukkan satu bahan atau urutan resep yang salah sampai
urusan yang menyangkut” jam terbang” memasak atau membuat kue yang masih belum
terlalu teruji. Itu awalnya, tapi semakin kesini saya dan maha benar-benar
dimanjakan dengan kue-kue nikmat. Ibunya maha selalu tak tega melihat sore kami
tanpa sesuatu yang bisa dikunyah. Dan semakin kesini, seiring dengan semakin
rajinnya Ibunya maha mempraktikkan resep-resep baru yang ia temui, rasa dari
karya-karyanya semakin luar biasa. Kalau tak percaya, tanyalah mereka yang
dating menghadiri acara sederhana perayaan 6 tahun pernikahan kami akhir minggu
kemarin atau sesekali datanglah kemari di sore hari dan semoga anda beruntung
bisa mencicipi hidangan nikmat karya seorang ibu ber IPK tinggi (banget) waktu
S1 dan ngotot memilih jadi ibu rumah tangga dan sangat tersinggung jika ada
yang menyepelekan profesi sebagai ibu rumah tangga.
Berumah tangga adalah proses
belajar. Sama dengan fase hidup lainnya. Belajar untuk semakin menajdi baik,
belajar untuk bersabar menunggu perubahan-perubahan yang telah kita usahakan
dengan kerja keras dan belajar untuk mensyukuri semua kebaikan yang menghampiri
agar senyum dan bahagia selalu mengembang di rumah kita.
Dan akhirnya, mala mini saya
membuat pengakuan jikan masakan dan kue-kue yang dibuat ibu dari kedua anakku
memang enak, tepatnya sangat enak sekali. Seriuska komrad! Dan itu adalah kado
terindah untuk ulang tahunku kali ini.
Comrade Bobhy
KBJ, 13 April 2014
Komentar
Posting Komentar