“Jalanan” pertama maha
Ini bukan tentang kisah maha saat mulai berjalan, atau
saat kedua kakinya telah kuat menopang badannya dan menapaki tanah, berlari,
meloncat, bahkan sesekali ingin terbang. Cerita ini tentang, kisah maha yang
akhirnya bertemu dengan jalanan
Seperti kami sore itu. Lagi-lagi molor dari waktu yang
ditetapkan. Dengan motor, saya dengan bayi delapan bulan di rahimku, komrad dan
maha bersabar mengeja jalan menuju titik temu memecah kemacetan yang telah
bersetubuh dengan kota ini. Awalnya di depan Taman Makam Pahlawan, dan berjalan
ke fly over, titik aksi. Tapi, karena mendung, molor,dan persiapan yang baru
kelar setelah ashar, kami langsung menuju titik aksi, di flyover. Beberapa kawan
sudah menunggu di sana. Kami yang membawa perangkat aksi, poster, bendera dan
spanduk langsung mempersiapkan segala hal. Sore itu, kami menggelar serupa
ta’ziyah mengantar kepergian Chavez. Acara telah kami susun dengan rapi dan
dimulai saat jam sudah menunjukkan pukul setengah lima.
Sebenarnya, tidak ada yang berbeda dari aksi-aksi yang
pernah kuikuti. Yang berbeda hanyalah, kali ini aku bersama maha dan si kecil
di perutku. Ini adalah kali pertama maha berkenalan dengan “jalanan”. Bagi kita
mungkin tidak terlalu istimewa, tapi baginya berbeda. Sejak awal, ia sudah
bersiap. Ribut ingin memakai jas, padahal ia tak punya jas, karena melihat bapak
bebi, om rido dan om sawing mengenakan pakaian rapi. Dengan penjelasan
sekenanya, akhirnya ia nurut hanya dengan memakai kaos dan celana berwarna
hitam, sebagai tanda duka. Dia senang karena dilibatkan, seperti layaknya orang
besar. Sampai di fly over, ia langsung bersemangat walau perjalanan yang lama
dan macet tadi membuatnya tertidur di motor. Mungkin pikirnya, ini tempat
bermain baru bersama bapak ibunya dan beberapa om dan tante yang sudah ia
kenal. Ia mengambil bagian memegang bendera atau poster. Sesekali berlari,
menghampiri peserta aksi yang sore itu tidak terlalu banyak. Ia juga kuperhatikan beberapa kali terduduk
dan menyaksikan bapak dan om-omnya berorasi tanpa toa’ dan harus bersaing
dengan deru kendaraan yang hiruk pikuk.
Hingga acara berakhir, maha khusyuk mengikuti aksi ini
bersama kami. Dia tidak kelihatan lelah, (ahh..namanya juga anak kecil) apalagi
rewel, eh kecualai saat Om wali datang dan memaksa maha memanggilnya dengan
sebutan K Wali ( “kan dia sudah tua ibu…”begitu kata maha selalu). Ini adalah aksi pertama maha bersama kami.
Secara intensintas, saya memang sudah tidak pernah lagi turun ke jalan( cie….)
setelah berumah tangga. Bukan berarti dulu selalu ya…sering ia. Bukan karena
tidak mau, toh aku juga merindukan masa-masa bersama kawan-kawan berpeluh
dengan matahari dan menyanyikan lagu aksi. Dan sampai saat ini, beberapa hal
membuatku percaya bahwa jalananlah satu-satunya kekuatan besar yang bisa
membawa perubahan. Dan maha harus tahu itu.
Sore itu, aku senang bisa mengenalkan maha dengan
kegiatan ini. Dia bisa menggapnya
sebuah piknik sore hari yang ia lakukan dengan berteriak dan bernyanyi
di pinggir jalan. Terserah imajinasi kanak-kanaknya akan membawanya ke mana.
Suatu hari ia juga akan tahu, ia perlu turun ke jalan saat semuanya tidak
berjalan baik-baik saja.
#betulbetullapar
Ibu nhytha, 13 maret 2013
Selalu iri dengan cerita perkembangan Maha yang dituturkan oleh ayah dan ibunya.
BalasHapusDi sana selalu ada harap dan do'a.
Btw, saya dikalahin Maha nih. saya belum pernah ikut aksi di flyover :D